“Selamat pagi, Matahari Ceroboh-nya aku.”
*****
Tiba di lingkungan sekolah, Ayana melangkah ke kelas, meninggalkan sepedanya di tempat biasa. Senyumnya ia ukir kecil. Meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja. "Nggak apa-apa, Ayana," gumamnya lirih.
Hari ini Ayana memutuskan masuk, lantaran baru sehari absen saja banyak materi yang belum ia pelajari. Dia sudah berjanji akan menjadi anak baik, di sekolah atau di rumah. Dia tidak ingin mengecewakan Nada.
"Selamat pagi, Matahari Ceroboh-nya aku," sapa seseorang yang kini merangkul bahu Ayana.
Matahari Ceroboh-nya aku. Kalimat itu. Lama tidak ia dengar. Dan hanya seseorang yang kerap kali memanggilnya demikian. Dia adalah ....
Ayana menoleh ke samping kirinya. Yang pertama ia lihat adalah senyum ramah si pemanggil. "Ion," lirihnya hampir tak terdengar.
Senyumnya makin mengembang. Senang Ayana masih mengingatnya setelah sekian lama tak berjumpa. "Selamat pagi, Matahari Ceroboh-nya Ion Ganteng Sejagat Raya," sapanya mengulang.
Bibir Ayana tertahan. Haruskah ia mengatakan kalimat selanjutnya? Dapat Ayana lihat, laki-laki itu menunggunya. "Pagi juga, Ion," balas Ayana lirih.
Alis Leon mengerut. "Udah?" Leon masih betah menunggu Ayana mengatakan kalimat selanjutnya dengan benar.
"Pagi juga, Kamera Berjalan-nya Ira Ceroboh," ujar Ayana memperbaiki kalimatnya. Rasanya asing di telinga. Saling membalas sapaan itu dan kalimat yang tak berubah. Hanya saja waktu yang mempertemukan merekalah yang berubah. Jauh dari kata “akrab” seperti beberapa tahun lalu.
"Nah, itu baru benar," sahut Leon. "Karena kamu Tuan rumah, jadi nggak salahkan melayani tamunya? Ruang gurunya dimana?"
"Kamu baik-baik aja, kan?"
Bukan itu yang ingin Leon dengar sekarang. "Kalau aku bilang nggak baik-baik aja, kamu mau apa?" Kamu ngelanggar janji kita, Ra, tambahnya dalam hati.
Ayana mematung. "Maaf." Hanya kata itu yang mampu keluar di bibirnya. Tak sanggup mengungkap janji mereka yang di ingkarinya.
"Oh, come on, Ra. I'm okay. Selama kamu di sisi aku, aku baik-baik aja."
"Gantengnya."
"Siapa tuh? Anak baru, ya?"
"Duh, cogan nambah nih!"
"Eh, tapi ceweknya kok kayak kenal, ya?"
"Dia kan yang waktu itu nyanyi bareng Andri. Siapa sih namanya? Gue lupa."
"Bukannya dia ada apa-apa sama Andri?"
"Iya, waktu itu juga ada rumor kalau mereka pacaran. Tapi kenapa sekarang malah rangkulan sama cowok lain, sih?"
"Ganjen banget jadi cewek!"
"Sok kecantikan lo! Muka jelek kayak gitu aja lo banggain?"
Suara bersahutan itu mengalihkan perhatian Ayana dan Leon. "Ayo, aku antar," ajak Ayana berjalan memimpin.
Leon mendesah kasar. Dia melirik siswi-siswi SMA Nusa satu per satu. Memperlihatkan tatapan tajamnya. Seakan berkata, "Jangan asal ngomong kalian! Ayana cuma punya gue!"
Mereka membubarkan diri. Takut anak baru itu menulis nama mereka di blacklist si lelaki. Baru sekali ia menginjakkan kaki di sini, dia yakin Ayana susah payah menghindari orang lain. Memilih mengunci diri dari lingkungan. Tak ingin mengulang semua yang telah lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...