“Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Justru perpisahan adalah awal kisah mereka di mulai.”
*****
Ayana mendesah pelan. Berani-beraninya Tiara mempermainkannya.
"Ira?" Ayana menoleh cepat. "Kamu kenapa? Nggak suka kita kumpul lagi, ya?"
Gelenggan kepala Ayana gerakkan. Memandang satu per satu mereka yang hadir di antara mereka. Di depannya, Lily mengukir senyum kecil. Di sebelah Lily, Leon tampak tak acuh. Dan terakhir, di sampingnya, ada Adam yang mengabaikan sekitar, seperti biasa.
"Aku pengen habisin waktu bareng kalian, kayak dulu. Ini permintaan terakhir aku, sebelum aku pergi. Aku mohon," ucap Lily memperhatikan ketiga temannya. Dalam hati, berharap mereka mengiakan. Namun desahan lemahnya menandai jika permintaan terakhirnya terlalu sulit dikabulkan.
"Ayo, kebetulan ada tempat yang pengen aku datangi." Suaranya membangkitkan semangat Leon yang sedari tadi diam membatu.
"Oke, kita bikin momen kenangan yang gak akan terlupakan."
Merasa diperhatikan, Adam mengangkat kepala. Matanya seolah bertanya enggan berucap sepatah katapun.
Gadis di sampingnya mendengus lantas berujar, "Ikut atau enggak, itu pilihan kamu. Tapi jangan harap kamu, aku maafin."
Alis Adam mengerut bingung. "Aku ada salah sama kamu?"
"Ada, lah! Emang kalau kamu buat salah, kamu gak ngerasa apa?" tukas Ayana.
Lily terkekeh kecil. Melihat pertengkaran Ayana dan Adam kembali adalah hal yang tak terbayangkan di benaknya. Kala itu, dia belum menyadari bahwa saat-saat seperti itulah yang membuat keduanya makin dekat satu sama lain. Ayana yang mengomel panjang lebar. Dan Adam yang sesekali menyanggah dengan gaya tak acuhnya.
"Ya, namanya juga Batu Es Berjalan. Mana bisa dia ngerasa?" sindir Leon menyeletuk. Turut serta membela Ayana.
"Oh iya, aku lupa! Dia emang Batu Es Berjalan!" seru Ayana membenarkan.
Diejek sedemikian rupa, Adam tetap memasang muka tak acuh. Meski di dalam hati, kesal sebab Ayana tak berpihak padanya.
Ayana dan Leon terus meledek Adam. Sedangkan si korban bully amat tenang dalam duduknya. Dan Lily sesekali melerai, takut tiba-tiba Adam mengamuk.
"Nggak jadi?" balas Adam mengingatkan.
"Ayo, kita gak punya banyak waktu," ajak Ayana. Lengannya mengapit lengan Lily erat. Meninggalkan dua teman lelaki mereka.
Leon geleng-geleng kepala takjub. Secepat itu, Ayana melupakan semuanya. Masa lalu penuh luka tak berdarah yang berbekas lama di ingatan. "Good job, Number Three," puji Leon terkekeh geli. Setelahnya bangkit, mengikuti langkah dua gadis tadi.
Adam mendengus. "Nomor tiga?" lirihnya kecil. Akan dia pastikan, Ayana tidak lagi membuat urutannya bertambah turun. Nomor satu di atas Leon dan Andri. Itulah tujuannya.
Dan hari itu, masih berseragam putih-abu, mereka melepas rindu satu sama lain. Saling berbagi kenangan indah yang tak akan di lupakan. Tak ada yang berubah dari mereka.
Lily yang kadang kala meminta ini-itu. Ayana yang mengomel tiap kali dua teman lelakinya menolak permintaan Lily. Leon yang sesekali mengambil gambar lewat kamera ponsel. Dan Adam yang malas menyanggah, terpaksa diseret Ayana dan Leon, agar tak melarikan diri. Meski itu mustahil. Mengingat Ayana masih bersama Leon.
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...