"Takdir memang kejam. Mempertemukan mereka yang saling memberi luka perih di hati mereka. Dan bodohnya, dia berjalan mundur demi kebahagiaan sosok lain. Mengorbankan hatinya untuk dia yang di sayanginya."
*****
"Hey, what's up, Bro?" sapa seorang lelaki akrab.
"Sok Inggris lo, Wildan! Kayak muka lo mirip Shawn Mendes aja!" dengus temannya yang disapa.
"Wah Vin, lo mah nggak berubah dari dulu. Ini tuh namanya proses!" protes Wildan.
"Proses apaan?" balas Kelvin bertanya.
"Proses biar—"
"Kepala lo tuh yang butuh diproses!" cetus seseorang sembari menepuk pelan kepala Wildan.
"Akh!" ringis Wildan dramatis. "Nggak bisa baik-baik kenapa?"
"Nggak!" ketus si pemukul menyelak. "Apa kabar, Vin?"
"Baik, Dri. Btw, lo masih betah aja gaul sama ini anak."
Andri menarik sebelah bibirnya. "Seperti yang lo lihat, gue terjebak sama anak childist ini."
Kelvin tertawa pelan. Sementara itu, Wildan mendengus kesal di jadikan bahan lelucon mereka berdua sejak SMP. "Udah lama kita nggak kumpul kayak gini ya, kan?" Wildan melirik kedua temannya.
Andri yang merupakan temannya semenjak SD, sama seperti Tiara hingga sekarang mereka SMA. Sedangkan Kelvin–pria berjuluk si Suhu–kenalannya di SMP, yang saat itu menjabat sebagai Ketua kelas.
Kelvin mengangguk. "Kalian nggak minta Tiara ikut gabung?" tanyanya melihat Wildan dan Andri bergiliran.
"Dia—" Wildan membuka mulut. Ragu untuk menjelaskannya. Karena sepulang sekolah hari ini, gadis itu mengalami hal yang tidak berkesan di hatinya. Itu semua berkat informannya. "Gue rasa dia nggak bisa—"
"Siapa bilang gue nggak bisa gabung, hah?"
Kepala ketiga lelaki itu tertoleh ke asal suara seorang perempuan berseragam SMA. "Hai, udah dari tadi?" Tiara mendudukkan diri di sebelah Wildan.
"Kenapa lo ke sini?"
Tiara menoleh. Alisnya tertaut. "Gue kan diundang, so gak ada alasan buat nggak datang. Ya, nggak?"
"Tentu, kita kan teman," sahut Kelvin.
Hari ini, mereka berempat mengadakan acara reuni kecil yang hanya dihadiri mereka. "Oh iya, Vin, permintaan gue waktu itu jadi, kan?"
"Permintaan apa?" tanya Wildan penasaran.
"Ada, deh, lo nggak usah kepo!"
"Gampang! Bisa diatur itu."
Tiara memandang Andri, berkata mengingatkan, "Dri, ingat jangan sampai nggak ada prepare-an. Pokoknya harus perfect, oke?"
Andri mengacungkan tanda "oke" menggunakan tangan. "Gue utang banyak sama lo, Tiara."
Tiara menepuk bahu bangga. "Makanya baik-baik ke gue."
"Tentu saja, Tuan Putri," hormat Andri.
"Ck! Jadi cuma gue yang nggak tahu?" sindir Wildan menyela.
"Siapa, ya? Apa kita saling kenal?"
Wildan mendengus keras. Lantas beranjak pergi, entah ke mana.
"Dih, lagi PMS kali langsung kabur gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...