[CHAPTER 43] Misi Rahasia

73 57 5
                                    

"Ada kalanya kita harus percaya pada seseorang yang kita benci."

*****

"Adam!" seru temannya berlari ke arah Adam dan lelaki yang acap kali mengganggunya ketika bersama Ayana. "Ira kenapa?" tanyanya. Napasnya agak tersenggal. Pasalnya dia langsung berlari sedetik setelah membaca pesan Adam.

Adam tak menjawab. Menatap Andri-orang yang mengiriminya kode biru-meminta penjelasan.

Andri membuang napas sebelum bercerita. Dua lelaki di hadapannya sama khawatirnya dengan dirinya. "Dan kalau tebakan gue benar, si Bunga Sadis yang kirim Ayana pesan," tambah Andri.

"Dam, Lily pasti-"

"Gue tahu," sela Adam memotong. Lily mengunci Ayana di suatu tempat. Sama seperti yang pernah dilakukan mereka pada Ayana. Mereka yang menganggap Ayana terlalu ikut campur tiap kali Lily dirisak. Kakinya melangkah memasuki sekolah yang tampak sunyi senyap.

Leon melirik Andri yang kebingungan. "Cari tempat yang memungkinkan buat ngurung orang."

Kening Andri bertumpukan. "Maksud lo Ayana dikurung?"

Leon berbalik. "Waktu kita nggak banyak!" balas Leon menekankan. Kembali berlarian masuki gedung sekolah.

Mendengarnya Andri bergegas mengikuti jejak Leon. Berpencar mencari keberadaan Ayana.

*****

"Aku ... takut, Dam," lirih Ayana pelan. Hawa dingin menerpa di sekitarnya makin bertambah membuatnya makin mengeratkan pelukan di tubuh.

Kejadian pengunciannya terulang lagi. Sejak SD, mereka biasa mengurung Ayana. Alasannya, hanya karena dia membela Lily yang kerap diejek lemah. Beranjak ke SMP, tidak ada yang berani melawan Ayana, karena akan berhadapan langsung dengan teman sebangkunya, Leon Anggara. Lelaki itu senantiasa mengancam orang yang berani menyakiti Ayana. Dan hari ini, di SMA. Kejadian itu harus Ayana alami. Kali ini entah apa alasannya. Dan si pelaku ... yang jelas bukan Lily, Ayana enggan menerimanya.

"Dam ... aku di sini. Kamu dimana?" lirih Ayana seakan-akan Adam dapat mendengar suaranya.

"Ira!"

Seruan seorang laki-laki di sertai gedoran di pintu toilet menyadarkannya. "Adam, aku ... di sini ... dingin," lirih Ayana kecil.

"Kalau kamu di sini, jawab aku, Ra!" Kembali suara itu terdengar. Kali ini lebih keras, sepertinya sosok itu mencoba mendobrak pintu.

Brak!

Pintu itu terbuka. Langkah lebarnya terayun pun lengannya bergerak membuka satu per satu bilik pintu toilet perempuan. Hingga sampai di pintu paling ujung, dia kesulitan membukanya. "Ra? Kamu di dalam?"

"Adam!" seru Ayana di balik pintu.

Adam mengembus napas lega. Setidaknya ia menemukan Ayana sekarang, meski masih terhalang pintu di depan mereka. "Ra, bisa kamu menjauh dari pintu?"

Ayana menurut. Berjalan menjauhi pintu penghalang tersebut.

Brak!

Dalam sekali percobaan, Adam berhasil membukanya. Iris matanya langsung menemukan seorang gadis berwajah pucat. Adam terdiam begitu menyentuh lengan Ayana yang sedingin es. Apa Ayana disiram air es? pikirnya. Segera menanggalkan jaket di tubuh sang gadis. Perlahan menuntun Ayana keluar dari bilik toilet.

"Ira!" pekik Leon terkesiap di hadapkan dengan Ayana yang tampak menggigil kedinginan.

Alis Ayana menukik. "Kenapa ... kalian ada di sini?" tanyanya. Tidak mungkin mereka datang lantaran suara lirihnya yang menyerukan nama Adam terus-menerus, bukan? Siapa yang .... Iris matanya memperhatikan sosok di ambang pintu, berdiri menyaksikan interaksi mereka. Andri? batinnya.

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang