[CHAPTER 40] Sosok Terasingkan

82 64 5
                                    

Dia hanya sosok terasingkan. Yang menginginkan sebuah perhatian. Yang membutuhkan pelindung. Yang hidupnya tak seindah apa yang mereka bayangkan.”

*****

    "Kak, kakak marah sama aku? Aku gak tahu kalau kakak alergi seafood. Kak Ayana?" Gadis yang meminta maaf itu mengembuskan napas. Memperhatikan kakak kelasnya tak kunjung bicara.

    "Ay, jangan diam aja," sahut Tiara simpatik pada Devia yang terus menerus di abaikan keberadaannya. Sosok dingin di diri Ayana kembali lagi. Di karenakan pertemuan tak di sengaja Papa dan sang putri.

    "Aku udah dengar semuanya dari Ayah," lirih Devia pelan.

    Ayana masih bergeming. Pura-pura tak mendengar apapun.

    "Kak Ayana anak Ayah yang—"

    Ayana tertawa sinis. Mengangkat kepala, berhadapan langsung dengan wajah Devia. "Dibuang?" lanjutnya.

    Devia yang hendak menyela membisu.

    "Kamu tenang aja, aku nggak akan ambil apa yang udah jadi milik kamu," sahut Ayana tak acuh. "Aku gak butuh orang kayak dia."

    "Tapi tetap aja, Kak. Ayah itu Ayah Kak Ayana juga," kata Devia.

    Kekehan sinis Ayana terdengar lagi. "Ayah?" ulangnya. "Aku gak tahu kalau sejak dulu, dia udah punya simpanan."

    "Kak Ayana!"

    "Aku pergi dulu. Kita nggak perlu ketemu lagi mulai sekarang," putus Ayana seraya berdiri.

    "Ayah bukan Ayah kandung aku!" seru Devia berharap Ayana berhenti melangkah. Berbalik padanya meminta penjelasan. Akan tetapi, itu hanya angan semata. Ayana tetap melangkah menjauh. Meninggalkan dirinya dalam kesendirian.

    "Devia, jangan nangis, ya, Kakak di sini."

    Sayang, kalimat itu justru terucap dari bibir teman sang kakak, bukan Ayana, Kakak tirinya. Pun dengan pelukan hangat itu.

*****

    "Sendiri mulu," celetuk laki-laki yang kerap kali mengganggu si gadis ceroboh. "Mau gue temenin nggak?"

    "Nggak usah!" balas si gadis agak ketus.

    Andri tersenyum kecil. Sikap tak acuh si gadis kembali lagi. Lama Andri tak mendapat tanggapan ketus Ayana. "Yakin, nggak usah?" goda Andri.

    "Yakin," balas Ayana yang lagi-lagi menjawab singkat.

    "Kalau sama gue?" Tawaran seseorang di depan mereka menyahut tiba-tiba. Entah kapan pria itu duduk di sana.

    Tanpa perlu menoleh, Ayana tahu siapa dia. Meski panggilan gue-lo yang dipakainya. "Nggak," jawab Ayana.

    Andri menatap Leon tajam. "Ngapain lo di sini? Pergi sana!" usir Andri.

    "Suka-suka gue!" seru Leon mendengus.

    Dan pada akhirnya terjadi adu mulut antara dua lelaki itu. Mungkin belum berdamai, tidak bukan belum, mungkin lebih tepatnya tidak akan berdamai.

    "Kalian bisa diam, nggak, sih?!" gerutu Ayana di tengah-tengah pertengkaran Andri dan Leon. Kepalanya yang sudah pusing, makin terasa mendengar seruan-seruan mereka.

    Andri dan Leon segera menutup mulut. Tetapi mata keduanya tak lepas, saling mengatakannya lewat mata. Yang membuat Ayana mendesah kecil atas kelakuan mereka.

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang