“Satu fakta akhirnya terungkap, bahwa dia bukanlah lawan yang mudah disingkirkan.”
*****
Di tempatnya duduk gadis itu menikmati semilir angin yang masuk lewat jendela, di kelasnya yang sepi, jauh dari keramaian. Pasalnya seluruh siswa-siswi SMA Nusa mengisi hari ini di aula sekolah. Mengikuti acara tahunan sekolah. Festival Club Nusa.
Benda persegi panjang nan tipis itu bergetar. Dia melirik ponselnya sekilas. Terdapat satu pesan yang baru saja masuk.
From: Tiara Vallencia
AYANA!!! Lo dimana?!
Gue sama yang lain nungguin lo di aula!
Cepetan ke sini!Si penerima pesan terkekeh kecil membayangkan bagaimana ekspresi Tiara yang marah-marah akibat dirinya yang menghilang entah ke mana, karena semenjak tiga puluh menit lalu ketika dirinya beralibi ingin ke toilet, selama itulah dirinya menetap di kelas.
Saat jarinya hendak mengetik balasan, sebuah pesan kembali masuk. Namun bukan berasal dari Tiara, melainkan Andri.
From: Andri Antonio Dewantara
Dimana?Ayana menghela napas panjang. Kenapa juga mereka tiba-tiba mengiriminya pesan yang menanyakan keberadaannya?
To: Andri Antonio Dewantara
Kelas. Kenapa?Beberapa menit berlalu dan tak ada tanda-tanda Andri akan membalas pesannya. Ya sudahlah, mungkin mereka kurang kerjaan hanya mengirim pesan padanya.
Ayana merasakan ada seseorang yang duduk mengisi kursi di sebelahnya. Mungkin Andri, pikirnya. "Oh, ya Dri soal lagunya, gimana kalau kita coba latihan dulu?" tanya Ayana tanpa menolehkan kepalanya.
"Boleh. Mau lagu apa?" balasnya.
"Loh, kan waktu itu lo bilang—" Pupil matanya membesar mendapati seorang lelaki, tetapi dia bukan lelaki bernama Andri. Melainkan Adam Dhiafakri Pradipta. "Adam? Kenapa kamu di sini?"
Senyum terbit di wajah dinginnya. "Tuh, kamu tahu nama aku. Kenapa manggil aku “Dri”?" sahut Adam. "Segitu dekatnya ya kalian sampai kamu lupa ada aku di hidup kamu?"
"Maksud kamu apa, sih?" Kening Ayana tertaut tanda tak paham.
"Maaf, Ra."
Kening Ayana makin tertaut. "Kenapa kamu minta maaf? Kalau ini tentang Lily, kamu nggak perlu minta maaf. Di sini nggak ada yang salah ataupun benar."
"Sampai kapan, Ra, kamu harus ngalah sama dia? Kamu yang selalu pergi cuma karena kejadian itu? Kamu—"
"Berhenti!" seru Ayana. Matanya agak berlinang.
"Ra, aku mohon sama kamu jangan pergi lagi. Tunggu sebentar. Tunggu sampai—"
"Sampai kapan? Sampai ada orang yang terluka lagi, maksud kamu?" balas Ayana. Kepalanya menggeleng. "Nggak! Aku nggak mau ada korban lagi! Cukup—" Ayana terdiam, ragu menyebut namanya. "Cukup dia yang ngerasain itu. Aku gak mau ada orang lain yang harus ngerasain itu."
"Ira, please percaya sama aku. Sekali ini aja. Aku minta tunggu sebentar. Aku pastiin kamu gak perlu pergi lagi. Ra, aku mohon," pinta Adam menggenggam erat tangan Ayana.
Lagi, Ayana menggeleng. Tangannya yang bebas melepas tautan tangan mereka. "Mungkin mudah bagi kamu. Tapi bagi aku, itu sama aja ngebiarin orang lain ikut campur."
"Andri, maksud kamu?" Adam tertawa sinis. "Jadi, posisi aku di hati kamu udah diganti sama dia?"
"Adam! Ini gak ada hubungannya sama Andri!"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLASHBACK [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Bertemu dengan si pembawa hadiah menuntunnya masuk kembali ke lingkaran tak berujung. Yang menariknya ke dalam perasaan bernamakan penyesalan. Entah sampai kapan dia harus terjebak bersama kenangan masa lalunya. Yang membawa...