Kala Dia Berulah

30 1 0
                                    

Pujangga dari Puja
Sedang coba tutup mata dari negerinya sendiri
Menuju perbatasan kota
Yang di atas tanah saksinya tertera:
"Wahai, Sang Pembual sejati!"
Sebanyak tiga

Temboknya berbatu-batu
Berlapis aksara Tanahwi-Langitwi
Bumbungan badai Telaga Birunya
Berputar searah Tanah Berpindah
Tiada henti
Dahsyat sekali

Tapi kala itu,
Para sang-sang sana,
Tersenyum berseri
Seakan harkat Sang Badai Suci adalah harta maknawi

Namun, bagi Pujangga Puja,
Tiada berdarah daging Negeri Sembah
Maka,
Dalam kawah terdalam Bintang Kehidupan
Tertancap tombak Sang Pembual

"BIMBANG!"
Mantra terlarang Sang Pembual
Sak! Sayap Sang Neura dipaksa mengembang
Sang Penceloteh berkomat-kamit
Melawan mantra dengan mantra
Walau tombak satu pun tak punya

Pertahanan terakhir Sang Neura,
Bernama Benteng Peneguh
Jadi saksi bisu terakhir
Entah Sang Neura tetap hidup atau berakhir

Awan—lagi, kepada Sang Neura

Puisi Basa-basiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang