Ingatkah kau,
Tentang kota berdinding batu itu?
Izinkan daku persembahkan padamu,
Kota Sembah itu ...Sembah,
Berseberangan dengan Puja
Bermula dari sebuah Pengelihatan
Mengenai Sang Tuna AksaraNamun, tiap negeri yang dipisah Sungai Tengah,
Pastilah terpecah
Sebab dialah Sang Sungai Pembeda
Tahukan apa yang ia katakan kepadaku?
"Wahai, Awan Pembulir Hujan,
Biarlah terbuka padamu
Tentang Puja dan Sembah itu"Sang Pengabar,
Dipegang teguh oleh dwinya
Namun, mata mereka tertutup sebelah
Bagi Puja, Sang Pengabar setubuh Sang Tiada Hingga
Mulia bertilas di Tanah hina
Bagi Sembah, Sang Pengabar ialah Penglihat bagi Sang Tuna Aksara
Mulia pula bertilas ditudung Sang Hijau Mulia,
Yang berbuah manis tiada taraMemang, sinar emas Puja,
Sekerlip pendar kalung Sembah
Namun mereka tak ditempa oleh sang-sang yang samaPuja berkobar,
"Wahai, Sembah!
Tak layak matamu tertutup sebelah
Sebab hanya mata kami terbuka dua-duanya"Balas Sembah,
"Wahai, Puja!
Pandanglah matamu sendiri
Bukankah emasmu tak diukir oleh Sang Pengabar,
Yang setubuh Sang Tiada Hingga itu?"Jikalau balas-membalas
Mereka takkan pernah puas
Jikalau jawab-menjawab
Takkan pernah usai hingga habis gelapSebab aku pun tak tahu,
Bahkan Sungai Tengah pun tidak
Mana benar, mana salah
Mana saksi, mana dustaHanya satu yang kami tahu:
Puja dan Sembah,
Tiada dwinya yang lebih mulia
Hanya menunggu waktunya tibaAwan—kepada Sembah
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.