Ketika rintik hujan
Jatuh kepada Tanah
Jangan anggap Awan sedang menangis
Ketika Busur Tujuh Warna
Terbujur di Telaga Biru
Jangan kira Awan tengah bahagiaSebab Sang Bulir Duka
Tak pernah berasal dari Langit
Namun dia meresap pada Tanah
Mengutuk sang-sang yang menginjaknyaSang Bulir Duka
Walau tak sesakti Sang Pembual
Namun menyakiti Sang Neura,
Guncangkan singgasananyaSebab Sang Bulir Duka
Bukanlah sang-sang biasa
Ialah permulaan sebuah fenomena
Ibarat Sang Pencari Inang,
Mencari sangkar emasnya
Pada Neura yang enggan hati untuk menyalakan pelitanya,
Yang bernama Sang Pendar Sukacita[Namun] mendungku ikut berbisik:
Kala Sang Bulir Duka
Telah menjadi Jerat Semesta Neura
Hanya akan membara kobaran kelam, bernama DERITAAwan—untuk Citra Neura
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.