Aku menatap insan penatap hujan
Bersama badai yang berputar
Genggam tanah basah
Menggumpal keras, membola
Sendu matanya kepenuhan harapan
Menunggu tanah itu kering,
menjadi debu-debu yang tak mampu lagi dijaringAku menatap hatinya, meratap
"Apa yang hendak engkau lakukan jika tanah itu telah menjadi debu?"
Ujung jempolnya menjawab, "Aku ingin menerbangkannya bersama badai"
Meski dunia tak selalu menyenangkan
Ada kalanya para insan diabaikan
Turunkan hujan,
Keraskan tanah yang hampir terpecah-belahKeraguan hati, mengundang perih
Para sang melemparkan kertas yang membusuk,
ke dalam merah nyala api nan menusuk
Rusuk mereka terbentur oleh payung awan kebenaran
Ah, busuklah sudah, busuklah
Paling yang telah engkau lempar ke dalam api,
Akan kau jilat kembali
Lidahmu melepuh
Bersama lembaran kotor yang kaunistai
Tangan naasmu memungut sampahmu yang penuh belatung
Dasar kau, Sang Pemulung!Awan—titel para insan
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.