Sungai-sungai
Seperti pipa-pipa bumi
Berliku
Menepi ke ujung lautan biru
Disinari jingga yang dibiaskan oleh putihnya nur langit
Ujung pulau mencuri hati
Anak-anak mereka dicium oleh cermin angkasa,
Dirindu kapas-kapas kecilnya,
Yang putihnya mengantungi air
Air pun jatuh kembali ke rumahnya,
Menuju pipa-pipa bumi
Mengalir bersama kawan-kawannya
Menuju lintasan esaDapatkah engkau melihat kerapiannya?
Tidakkah enak dipandang dan dipikirnya?
Adakah kisah hidup para insan mampu menandinginya?
Sudah jutaan kali siklus air,
Siang terus berganti malam
Lingkaran kuning beralih merah temaram,
Namun, kekacauan makhluk hidup tetap saja menguasai benda mati
Maka, bukankah layak bagi benda mati menyajikan bencana?
Benda mati selalu mengikuti aturannya,
Sementara makhluk hidup kian melanggarnya
Lebih baikkah sang hidup itu menjadi benda mati saja?
Adakah surat yang lebih layak menjadi peringatan selain siluet sengsara?Awan—natur alamiah
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.