Hai siang bolong,
Aku bertanya padamu
Kenapa kau sapu daratan dengan pendar sengatmu?Hai mesin-mesin bising berknalpot,
Aku bertanya padamu
Kenapa kau buat retak gendang telingaku?Hai para pencaci-maki,
Belum cukupkah kau usik aku dengan gelumatmu?
Gusarkah hatimu kala akal sehatku tak asak interkolusi?
Apa liurmu yang teraduk tak cukup berceletuk?
Durja jelekku mengeriput membenamu, kau tahu?Hai darma-darma,
Belumkah kau saksikan diriku tengah bergeming?
Bahagiakah hatimu melihatku bengoh?
Takjubkah dirimu melihat jangat ini tak berpeluh?Sungguh terasa diri ini tak bersenang hati
Terkuncup raga berlejar budi
Kini ‘ku bertanya padamu
Apa tiada yang embuh aku berhibernasi?Awan—kelelahannya
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.