Aku akan hilang
Seperti layunya bunga
Yang kelopaknya jatuh ke tanah
Dibusukkan, busuk
Dihilangkan, hilangAku akan pergi
Memotong tali pembatas kehidupanku
Seperti air dari atas tebing yang tinggi
Mengalir tanpa henti,
Tak terhenti,
Ditarik bumi,
Demikianlah aku akan menghampiri akhir napaskuNamun, inilah permohonanku:
Jangan pernah katakan bahwa aku telah mati!
Karena aku percaya pada hidup
Sebab itulah, tetaplah aku hidup walau aku telah mati!Lihatlah air,
Sang bulir abadi,
Walau menguap ia, ia tetap ada!
Walau membeku ia, ia tetap ada!
Bukankah aku lebih mulia daripada air?
Lantas, mengapa kamu menganggap bahwa aku telah hilang oleh sebab kematianku?
Kalau begitu, lebih baikkah aku menjadi air saja,
Yang meniadakan rasa haus orang, dan tidak pernah dianggap hilang?
Yang menyucikan makhluk-makhluk, dan tidak pernah dianggap raib?Jikalau kamu begitu karib denganku,
Ingatlah uap-uapku!
Biarlah kamu tetap menganggap aku ada,
Walau orang-orang menganggap aku sepenuhnya telah tiada!Agar tiada lagi sang-sang yang bertutur: "Hidupmu sia-sia, sebab kamu hidup hanya untuk mati!"
Melainkan aku hidup untuk tetap hidup walaupun aku telah pergi,
Yaitu uap-uapku menjadikanku hidup di antara para karibku,
Yaitu dia, yang akan menjadikanku sungguh hidup, seperti uap air yang kembali menjadi airAwan—warisan di antara warisan
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Basa-basi
RandomTidakkah Neura mau mendengar suara Awan di angkasa? Awan yang selalu berpuisi di setiap hujan, menjadi cawan bagi Sang Busur Elips, hanya ingin menyampaikan gundahnya dalam Puisi Basa-Basi. Yang bila tak dipahami, maka biarlah menjadi basa-basi.