"Apa yang ini bagus?" Tanya Mimosa sambil menyodorkan undangan yang telah dibuat nya.
Zero menatap sekilas, "Tidak, ganti dengan yang lain." Ujar nya yang kembali menggerakkan kuas tinta diatas selembar kertas.
"Kau sudah mengatakan itu berulang kali, sampai kapan ini akan selesai?!" Ujar Mimosa yang mulai tersulut emosi.
Hal ini sudah terjadi sedari tadi, menatap jam pasir yang terus bergulir, Mimosa langsung meremas undangan nya, melemparkan nya tepat diwajah Zero.
Namun saat kertas itu mendarat diatas wajah pria itu, detik itu juga kertas tersebut berubah menjadi sebuah abu, percikan petir keluar dari kulit wajah nya.
"Jika kau tidak ingin membantu-ku, aku tidak akan jadi menikahi-mu!" Ujar Zero dengan wajah tanpa dosanya.
Mimosa yang hendak beranjak dari duduknya langsung memasang wajah tidak percaya, hanya karena hal sekecil itu? Pernikahan nya tidak akan terjadi.
"Jangan bercanda!" Dengan amarah yang tertahan Mimosa langsung kembali membuat surat undangan, "Bisanya hanya menyuruh dan menyuruh!"
"Dasar Naga jadia-jadian."
"Aku bisa mendengar nya." Sahut Zero yang mulai memberi cap disurat undangan nya, cap kerajaan Neverley.
Dirinya berniat pergi ke kerajaan Fairy karena akan membuat surat undangan pernikahan, yang ntah kapan diadakan, karena kedua pasangan itu hanya membuang-buang waktu dengan mempermasalahkan motif dari undangan yang akan mereka pakai, Mimosa dengan sabar terus membuat lembaran-lembaran kertas itu, meskipun didalam hatinya ia ingin mencakar wajah Mate nya.
Yang sayangnya terlalu tampan untuk dilukai.
"Apa hari istimewa kita akan diadakan disini?" Tanya Mimosa sambil tersenyum.
"Hmm." Zero menyandarkan tubuhnya dibahu kursi, mengetuk-ngetuk pensil tinta kesamping kepalanya, tampak sedang berpikir.
"Akan sangat bagus jika menikah di musim semi." Sambung Zero membuat Mimosa langsung melotot.
Dalam hitungan detik sebuah akar pohon tiba-tiba muncul, membuat kaca bening dibelakang mereka langsung pecah, Zero hanya balas tatapan Mimosa dengan alis terangkat.
Letak tempat duduk Zero tidak jauh dengan sebuah jendela, namun pecahan kaca itu langsung meleleh begitu akan mengenai dirinya.
Mimosa menggertakkan giginya kesal, butiran salju terus masuk dari bagian kaca yang sudah tidak berupa, sedangkan akar pohon yang dikendalikan nya merambat mendekati kaki Zero dan melilit.
Pria biru itu hanya tersenyum miring, "Kau tahu? Aku pernah mendengar jika seseorang yang mudah marah akan cepat menjadi seorang nenek-nenek."
Lilitan akar pohon semakin mengkuat di pergelangan kakinya, dengan amarah yang meluap-luap Mimosa langsung mendekati Zero, melayangkan buku tebal hingga mendarat keras diatas wajah pria itu.
PLAK!
"Itu hanya kebohongan, umurku masih muda untuk menjadi keriput!" Ujar Mimosa sambil menatap Zero dengan sinis.
Merasakan pipinya berdenyut karena mendapatkan sebuah tamparan, Zero langsung mengaliri sihir keseluruh tubuhnya, alhasil akar pohon yang melilit pergelangan kakinya langsung hancur menjadi puing-puing kecil.
Zero berjalan mendekat, mencengkram pipi Mimosa lalu menariknya keatas hingga keduanya saling menyatukan pandangan.
"Berani sekali kau sudah menamparku!" Zero mengangkat dagunya, Mimosa yang akan menggerakkan kedua tangan nya langsung terdiam, Zero mengunci pergerakan gadis itu dengan sihirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL II
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Angin berbisik diantara daun-daun gugur, membawa cerita-cerita lama yang terluka. Meskipun waktu telah berlalu, luka di hati masih membekas, trauma itu seperti senja yang...