Bab 41

762 79 0
                                    

Pepohonan hitam tanpa daun melingkari kerajaan utama Angeous Moon Black, tak ada suara kicauan burung yang terdengar, pemandangan langit tertutupi kabut gelap yang tebal, pagi hari hanya di isi oleh suara burung gagak, tidak ada kegiatan yang terjadi di pagi hari, suara-suara dari obrolan ringan maupun hal lain tidak terdengar, ibu kota maupun wilayah lain di Angeous Moon Black begitu sunyi, seakan wilayah itu mati tak berpenghuni, padahal kaum Vampire lebih mengisi kegiatan mereka di malam hari di banding hari muncul nya sang mentari, wilayah Angeous Moon Black lebih hidup saat kegelapan menjelang, ketika pagi hingga sore hari tiba, wilayah itu seakan kosong padahal para penghuni nya tengah terlelap, itu pun tergantung, ada bangsa Vampire yang lebih aktif di malam hari ada pun sebagian dari mereka aktif di malam serta siang hari sekaligus.

Seperti keluarga kerajaan utama, di pagi ini kerajaan terasa lebih hangat, apalagi ketika Alfred pulang ke istana, suasana di dalam lebih terasa tidak seperti tahun-tahun lalu.

Di ruangan kerja besar milik sang Raja, di salah satu meja Felix tengah memainkan catur untuk menemani sang ayah, kaca bening di sana di biarkan terbuka, kabut tipis serta hawa dingin perlahan masuk, menurut kaum Vampire ini adalah suasana yang menyejukkan.

"Kemana Alfred pergi? Aku belum melihatnya sedari tadi." Onyx menjalankan bidak catur nya, bertanya setelah giliran main nya selesai.

Kini giliran Felix yang menjalankan benteng catur nya. "Kakak tadi pamit pergi ke pemakaman ibu, tadi aku ikut bersama nya, tapi tidak lama."

"Begitu ya, aku penasaran selama empat abad dia pergi ke mana, dia belum bercerita selama pulang ke istana."

Felix mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu ayah."

"Biarkan saja dulu, nanti kakak akan bercerita tanpa di minta, tunggu saja, dia pergi dari istana pasti punya alasan tersendiri." Sambung Felix, laki-laki Vampire itu tersenyum lebar ketika berhasil membuat ayah nya skakmat.

"Tamat! Aku menang." Felix bertepuk tangan bangga ketika permainan catur mereka berdua di menangkan oleh dirinya.

Onyx menyandarkan tubuh nya pada punggung kursi. "Aku sudah tua untuk permainan seperti ini, seharusnya aku menikmati permainan ini yang di mainkan oleh cucu-cucu ku."

Felix melambaikan tangan. "Sudahlah sudah, jangan di teruskan, ayah kalau berbicara selalu melantur ke mana-mana."

"Ini nyata heh, bukankah kalian berdua tahun sekarang sudah harus menikah? Cepat berikan aku cucu yang banyak!"

"Astaga, pagi-pagi begini asupan permainan catur memang tidak baik untuk kakek tua seperti ayah." Felix menggeleng sembari membereskan catur habis permainan mereka.

"Felix kau tidak mendengarkan-ku?!"

"Aku mendengar, tapi sayangnyaa aku tidak mau menikah."

"Heh dasar anak durhaka."

Brak!

Suara pintu terbuka kasar itu menghentikan percakapan Felix serta Raja Onyx, hawa yang semula sejuk kian mendingin ketika Alfred masuk bersama wajah nya yang begitu datar, pria itu di ikuti oleh satu prajurit di samping nya, Alfred menunduk sekilas ketika sudah berdiri di hadapan sang ayah, wajahnya tak berubah sedikitpun.

"Ayah tidak menerima surat pagi ini?" Alfred berujar dengan suara tanpa intonasi seperti biasanya. "Yang mulia Lord mengirim surat pagi ini, kenapa kau belum membaca nya? Padahal sedari tadi duduk di sini."

"Te-tenang kakak, ini salahku." Felix ikut angkat bicara. "Aku mengajak nya bermain sampai ayah lupa kalau ada surat dari yang mulia Lord."

"Lupa itu hal biasa, tapi kalau setiap hari terjadi itu adalah kebiasaan." Suara Alfred terdengar lebih dingin menusuk telinga.

DESTINY WITH THE DEVIL IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang