Api yang terus menyala hanya menatap sepasang kekasih diatas sofa dalam kebisuan, sedari tadi kedua insan itu saling menempel, apalagi cuaca yang sangat dingin diluar membuat mereka tidak mau berpisah barang sedetikpun.
"Apa anda akan pulang sekarang Tuan?" Tanya seorang gadis sambil memainkan jari pria merah yang tengah memeluknya.
"Mungkin sebentar lagi."
"Bukankah saudara anda akan segera menikah?"
"Apa kau ingin aku secepatnya pulang?"
"Ti-tidak."
Evan memberi seulas senyum tipis sambil terus mengelus surai Mate nya yang sebatas bahu, mereka tengah duduk didepan perapian, kini musim salju semakin deras, tidak lupa sesekali datang badai.
"Aku ingin kau bicara padaku dengan menyebut 'nama'." Ujar Evan sambil menatap Putri Eveniana yang tengah menidurkan kepala nya diatas dada bidang nya.
"Baik." Veniana mengangguk seraya memainkan jari-jemari Evan, melilitkan nya dengan jari miliknya.
"A-aku hanya tidak percaya jika Tuan Evan adalah Mate saya." Sambung Veniana dengan malu-malu.
"Jangan bicara kaku dengan-ku." Evan menghela nafas pelan, "Aku sudah memberitahu mu berulang kali Niana."
"Ma-maaf."
Evan hanya tersenyum sambil menahan kepala nya dengan sebelah lengan menumpu diujung sofa, Veniana berbalik badan, hingga dirinya bisa melihat dengan jelas pahatan wajah Evan yang terkena cahaya dari perapian didepan nya.
"Pangeran Louis masih disini?" Tanya Veniana sambil mencari tempat ternyaman.
"Hmm, Pangeran Louis menunggu-ku pulang, jadi dia masih disini."
"Dia sangat akur dengan kakak-ku."
"Benar, saking akurnya kemarin aku melihat Pangeran Louis dilempar air panas oleh kakakmu."
Veniana terkekeh kecil, "Karena Pangeran Louis mengganggu Kak Venzi hingga buku yang dibaca nya sobek."
Evan hanya berdehem, dirinya langsung beranjak membuat Veniana langsung bangkit setelah berbaring terlalu lama.
"Apa ka-kau akan pulang sekarang?" Tanya Veniana sambil berjalan ke arah Evan yang tengah mencari sesuatu.
"Sepertinya aku akan pulang sekarang." Evan berbalik, menepuk pucuk kepala Veniana dengan pelan.
Gadis itu tersenyum dengan kedua pipi bersemu, namun tidak lama wajahnya langsung murung, dirinya masih ingin berduaan bersama Evan.
"Apa kau melihat pedang-ku Niana?" Tanya Evan setelah mencari benda berharga nya yang tidak bisa ditemukan.
Veniana menggeleng dengan mata melirik kesana-kemari, "A-aku tidak melihatnya."
"Benarkah?" Evan menyipitkan mata, menatap Veniana dengan curiga.
Ada sifat tersembunyi yang dimiliki Mate nya itu, mendapat ide, Evan langsung tersenyum kecil, api yang sedari tadi menyala langsung padam ketika Evan menjentikkan jari.
Seketika api yang menjadi satu-satunya pelita diruangan itu langsung mati, karena sudah terbiasa dengan kegelapan Veniana tampak biasa saja, tetapi dirinya tidak ingin membuang kesempatan, dengan cepat Veniana langsung melesat untuk memeluk Evan dengan erat.
Bersamaan dengan pelukan hangat itu suatu bunyi muncul, seperti suatu benda besi yang jatuh.
"Kau menyembunyikan pedang-ku hmm?" Tanya Evan sambil membuka telapak tangan nya, membuat percikan api muncul disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL II
خيال (فانتازيا)[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Angin berbisik diantara daun-daun gugur, membawa cerita-cerita lama yang terluka. Meskipun waktu telah berlalu, luka di hati masih membekas, trauma itu seperti senja yang...