Di tenda selebar sepuluh meter para prajurit Elf yang tersisa berkumpul, mereka belum berniat membuka percakapan, angin kencang datang sekilas membuat suasana terasa sejuk, lalu kembali gerah, prajurit Elf satu sama lain saling tatap-menatap seolah merasa bosan bermenit-menit menghabiskan waktu hanya berdiam diri, mereka tidak merasa sedih ataupun merasa ingin menangis, seakan mayat teman-teman nya yang lain bukanlah hal penting yang harus di pikirkan, tenda yang kini di tempati tidak jauh dari tempat Evan bertarung, mereka masih bisa mendengar suara ledakan sihir serta suara kerasnya tawa.
Akhirnya salah satu dari prajurit Elf mulai berujar. "Aku tidak salah dengar bukan?"
Teman nya yang lain menyahut. "Tentang apa?"
"Tawa itu." Prajurit itu menunjuk selintas ke belakang. "Kenapa ada seseorang yang berani tertawa ketika tengah bertarung bersama Tuan Evan? Apa dia tidak kenal siapa itu Tuan Evan?"
"Kau benar, ini terasa aneh, sedari tadi tawa itu terus terdengar, mustahil jika dia tidak tahu Tuan Evan yang berhasil mengalahkan Naga Hydra saat dunia immortal kembali mengalami kehancuran besar."
"Lagipula Dark Elves tidak pandai tertawa bukan?"
"Lantas makhluk apa yang tengah bertarung bersama Tuan Evan?"
Sontak semua prajurit Elf itu langsung saling tatap.
"Aku tidak tahu, coba kau lihat ke sana."
"Tidak sudi, aku tidak mau mati!"
Percakapan mereka terputus ketika dua kereta kuda datang menghampiri, di ikuti oleh banyak nya prajurit yang berbeda-beda kaum mengikuti sambil berlari, prajurit itu berhasil menyamai cepatnya bersama kereta kuda yang di tumpangi oleh petinggi kerajaan, dari kereta kuda yang paling depan seseorang keluar, kehadiran nya membuat semua prajurit Elf yang berada di dalam tenda segera bergegas keluar kemudian membungkuk hormat.
Dia adalah Alaric.
"Salam yang mulia Lord, semoga berkah langit selalu tercurahkan kepada anda." Ujar prajurit Elf serempak.
Alaric mengangkat sebelah tangan nya, menyuruh seluruh prajurit Elf menegakkan tubuh mereka seperti semula.
Dari kereta kuda di belakang dua orang keluar, mereka berdua adalah Tiffany dan Andrian, ke-dua pasangan itu memutuskan ikut pergi bersama Alaric setelah pria itu selesai menghidupkan dua ribu lebih kaum Elf yang meninggal akibat peperangan empat hari lalu, Alaric telah tiba di wilayah Victoria siang tadi, dirinya menghabiskan sihir berjam-jam sampai tiba di wilayah Veronica malam hari.
Alaric mengedarkan pandangan, dahi nya mengerut. "Dimana para mayat Elf?"
Salah satu prajurit Elf menjawab. "Masih di belakang benteng yang mulia, mereka belum kami kumpulkan."
Alaric berdecak, membuat suasana malam terasa mencekik tenggorokan. "Lambat sekali Theo menyelesaikan tugasnya!"
Tak berselang lama seekor burung datang, hinggap di atas pundak lebar Alaric seraya membawa sepucuk surat di dalam pematuk nya, Alaric cepat menarik surat itu kemudian membaca nya, dirinya menghela nafas pelan, Alaric langsung berjalan pergi ke arah letak benteng berada. "Jangan ikuti aku, urus lah pedesaan yang rusak!"
Tiffany serta Andrian mengangguk paham.
Alaric berjalan cepat meninggalkan ratusan prajurit yang dirinya bawa, Alaric telah membaca isi surat tadi yang isi nya ; "Bantulah kami yang mulia Lord, para Elf tidak akan bisa menang melawan Dark Elves, hanya anda yang bisa menghentikan mereka, harapan kami seluruhnya bergantung kepada anda, kami mohon, demi kaum Elf."
Suara tawa tadi yang terdengar samar kini mulai terdengar jelas, Alaric berhenti ketika tiba tak jauh dari tempat Evan bertarung bersama musuh, Alaric menatap musuh nya datar, dia jelas bukan berasal dari kaum Dark Elves, jelas berbeda, sisik bercahaya putih bersinar terang memenuhi permukaan pipi nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL II
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Angin berbisik diantara daun-daun gugur, membawa cerita-cerita lama yang terluka. Meskipun waktu telah berlalu, luka di hati masih membekas, trauma itu seperti senja yang...