Bab 17

1.8K 213 0
                                    

"Apa Emily akan pulang sekarang?"

"Dia sudah pergi."

Mendengar perkataan Fay yang tengah duduk diatas pundak kecilnya berhasil mengubah air muka Anna menjadi murung, jarang sekali jika sahabatnya itu pergi tanpa berpamitan kepadanya.

"Bukan alasan tidak mau, hanya saja Emily dipaksa oleh Pangeran Alfred." Ujar Fay menjelaskan, karena dirinya tahu jika benak Anna akan berkelana kepada sesuatu hal yang buruk.

"Baiklah kalau begitu."

Sedangkan pria yang berada disamping Anna hanya diam membisu, didalam perjalanan nya sedari tadi Alaric tidak menggerakkan bibir sedikitpun untuk mengucapkan sepatah kata, dia hanya sibuk memerhatikan wajah Anna yang terlihat lebih cantik dari biasanya, dan Alaric tidak keberatan jika waktunya terbuang sia-sia hanya karena terus-menerus memandangi wajah istri-nya.

"Akhirnya.. " Ujar Anna yang langsung menghentikan langkah ketika sampai disebuah ruangan.

Ruangan yang tak lain aula dimana tempat itu tidak pernah terpakai, karena selama ribuan tahun Alaric tidak pernah mengadakan pesta di Kerajaan Diamond.

Namun sepertinya tempat itu akan terus terpakai setelah kehadiran Mate nya, dengan langkah lebar Alaric segera masuk ke dalam bersamaan dirinya menarik lengan Anna, mendorong daun pintu hingga terbuka lebar, menyuguhkan sebuah pernak-pernik kristal yang menggantung diatap aula.

Berkilau, satu kata yang bisa menggambarkan pemandangan saat ini, Anna terpaku ditempat, tidak bergerak sedikitpun.

"Akan lebih menyenangkan jika Emily masih disini." Ujar Anna yang diangguki oleh Fay, makhluk kecil itu mengepakkan sayapnya untuk membawa seluruh tubuhnya ke langit-langit aula.

"Lagi pula untuk apa dia pulang." Ujar Fay yang sudah menyentuh kristal dengan ke-dua tangan nya yang amat sangat kecil.

Suara Fay tentu tidak dapat Anna dengar karena jaraknya yang begitu jauh.

Alaric bergeming hingga menelan waktu yang cukup lama, seketika dirinya menggerakkan tangan untuk menarik Anna, tarikan yang lumayan kuat hingga tubuh Anna bertabrakan dengan dada bidang miliknya.

"Seharusnya kau ingat tujuan awal kita kemari." Ujar Alaric seraya menundukkan kepala untuk menatap wajah Anna yang nampak mengerucutkan bibir.

"Bisakah kau beri aku istirahat? Aku sangat lelah." Balas Anna dengan tatapan memelas, kedua lengan nya meremas kuat kemeja Alaric, berharap jika pria itu membolehkan nya untuk mengistirahatkan tubuh walau sebentar seperti setengah pasir bergulir didalam kaca.

Namun sepertinya harapan Anna tidak akan pernah terkabul, masih dengan raut wajah yang sama, Alaric menjawab, "Tidak!"

"Kau kejam!"

"Jangan katakan itu, tidak ada hubungan nya dengan hal ini."

Alaric segera mengarahkan sebelah lengan ke depan, seketika beberapa buku langsung muncul lalu berterbangan, berjalan diudara untuk menghampiri dirinya.

Mulut Anna yang tadinya mengerucut kesal langsung terbuka, ke-dua bola matanya membulat dengan sempurna, seluruh buku yang berpijak tanpa jalan langsung mendarat tepat diatas kepala nya.

"A-apa ini?" Tanya Anna tidak percaya, seharusnya dirinya sudah terbiasa dengan semua hal yang ada didunia ini, termasuk tentang sihir.

"Kau akan belajar tentang berjalan, jangan biarkan buku itu jatuh ke atas lantai!"

Dahi Anna mengernyit mendengar penuturan Alaric, "Bukankah kita berjalan menggunakan kaki? Apa bedanya?"

"Bedanya adalah gaya," balas Alaric menepuk pucuk kepala Anna menggunakan sebuah buku, "Gaya berjalan-mu sangat lambat seperti se-ekor siput! Dan satu hal lagi—"

DESTINY WITH THE DEVIL IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang