Hujan masih mengguyur desa Dalmary, suasana tidak seramai tadi, tawa serta suara jeritan senang sudah tidak lagi terdengar, orang-orang tidak lagi bermain air, mereka sudah kembali mendekam di rumah, menikmati tetes air hujan dari balik kaca rumah, seperti yang di lakukan Anna sekarang, pakaian nya telah di ganti, Anna kini mengenakan gaun bersama mantel kulit yang menghangatkan tubuh, Anna menikmati pemandangan hujan di hadapan nya dari balik kaca, gadis itu tiba-tiba mengukir senyum tipis ketika mengingat Alaric, dirinya penasaran apa yang tengah di lakukan oleh pria itu, apakah Alaric merindukan nya? Rasanya Anna juga ingin melakukan hal sama yang Alaric lakukan kepadanya, seperti tiba-tiba hadir di samping nya, atau mengejutkan nya dengan kehadiran Anna yang datang secara tiba-tiba.
Sayangnya Anna tidak bisa, sihirnya belum sempurna dan handal seperti Alaric.
Di luar sana bulan tidak terlihat karena terhalangi oleh gumpalan awan gelap, Anna memeluk lutut nya, menelungkup kan wajah nya pada dua permukaan lutut, terlihat seperti seseorang yang tengah menahan berat nya rindu padahal dirinya baru berpisah beberapa jam dengan Alaric.
Anna mengabaikan suasana ramai di rumah ibu Elena, Emily serta Alfred tanpa lelah terus mengobrol, mereka membahas apapun yang ada, terutama masalah serius yang telah usai di desa, Lucy serta Virran juga ikut ke rumah kecil ibu Elena, malam ini mereka tengah memakan kue hangat yang dibuat Elena, Fay yang paling senang ketika mendapat cemilan enak itu, makhluk kecil itu susah payah membawa kue yang seukuran dengan tubuh nya kepada Anna. Fay terbang lalu berhenti di depan kepala Anna, makhluk kecil itu mengetuk kepala Anna pelan, rasa hangat dari kue yang baru di angkat itu terasa menyentuh permukaan dahi Anna.
Gadis itu mengangkat kepala nya, menatap Fay.
"Harusnya kau bahagia karena sudah bisa menurunkan hujan." Fay berujar, menaruh kue nya di atas permukaan lutut Anna, dirinya ikut duduk di atas lutut Anna yang satunya lagi. "Besok-besok siapa tahu kau bisa mengendalikan samudera."
Anna tertawa. "Rasanya itu mustahil Fay, samudera itu luas. Aku tidak akan bisa mengendalikan nya."
Fay membuang nafas panjang. "Inilah yang membuat-mu lemah Anna, kau selalu merendahkan diri, terlalu pesimis. Kau ingat kan sekarang kau hidup di dunia immortal?"
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, bahkan ikan saja bisa terbang di langit."
Anna tersenyum kecil. "Aku hanya terlalu takut."
Fay meraih jari telunjuk Anna, menggenggam nya erat menggunakan ke-dua tangan. "Jangan takut, percayalah kau bisa melakukan nya."
"Kau harus yakin pada dirimu sendiri Anna, bahwa kau bisa menjadi lebih kuat, bisa berdiri berdampingan bersama yang mulia Lord."
Anna mengangguk. "Aku akan berusaha."
Fay tersenyum lebar. "Bagus! Kau bisa menaklukkan apapun yang bersifat air, baik itu hujan, laut atau samudera sekalipun! Kau pasti bisa menjinakkan nya, siapa tahu juga kau dapat mengendalikan sihir lain."
Anna sekali lagi mengangguk, meski ada sedikit keraguan.
"Oh ya, aku ingin bercerita kepadamu." Fay berseru senang. "Kau tahu Alvina? Peri cantik yang menjaga keseimbangan tanah Diamond?"
Anna tampak berpikir sebentar, dirinya kue yang Fay bawakan lalu memakan nya lahap, sangat lezat. "Aku pernah melihat nya, tapi hanya sekali."
"Tapi kau tahu kan?" Fay mulai bercerita. "Dia sangat hebat Anna, hutan-belantara dapat dia kendalikan sesuka hati, bahkan hutan-hutan itu bisa bergerak, berubah wujud sesuai dengan keinginan Alvina, menjadi monster, atau ular besar yang haus dengan mangsa nya."
Anna mendengarkan dengan baik, sesekali mengangguk.
"Sayangnya Alvina hanya bisa mengendalikan hutan di wilayah Diamond saja, dia sangat hebat, saat kau tidak ada aku menghabiskan waktu bersamanya di hutan, dia mengajarkan banyak hal, meskipun kekuatan nya sangat hebat dan terbatas, dia memiliki kekurangan Anna."
"Apa itu?"
"Dia tidak bisa terbang." Suara Fay tidak terdengar se-antusias tadi. "Sayapnya patah, dia menceritakan masa lalu nya bila dia di bantu oleh Tuan Evan dalam keadaan di ambang kematian dan mendapat kesempatan hidup dengan harus memberikan kesetiaan nya kepada yang mulia Lord, lalu Alvina bersedia, dia berjanji akan menjaga tanah Diamond dengan kekuatan baru nya."
Anna mengangguk seraya mengukir senyuman. "Meskipun memiliki kekurangan, menurut-ku dia sangat hebat."
"Benarkan?" Fay kembali berseru riang. "Dia sangat hebat, meskipun sudah tidak memiliki sayap lagi, kekuatan nya sangat luar biasa! Aku sangat menyukai nya!"
"Kalian terus saja bercerita! Apa kalian tidak mau kue?" Elena yang sudah selesai memanggang kue berseru, membuat Anna dan Fay menoleh.
"Cepat kemari! Kalau tidak kue nya akan habis!"
"Aku mauuu!" Fay segera mengepakkan sayap nya, di susul oleh Anna yang berjalan ke dapur seusai menghabiskan satu kue, malam ini mereka akan menikmati cemilan yang di buat ibu Elena.
Hangat dan enak.
Di sisi lain, tepat nya di wilayah Veronica, para prajurit Elf telah kembali bangkit, malam ini mereka tak lagi berperang, tidak harus lagi berdiri di atas menara menjaga awas perbatasan, tugas terakhir mereka memastikan rakyat kembali ke pedesaan dengan selamat. Rumah-rumah telah berdiri seperti sediakala, benteng perbatasan telah kokoh tanpa celah, tenda-tenda masih terbangun, para prajurit Elf akan membereskan seluruh tenda nya setelah Alaric selesai, pria itu kini tengah duduk di dalam tenda, menuliskan surat untuk Raja Helios, di depan nya yang terhalang satu meja Andrian serta Tiffany berdiri, mereka berdua telah selesai menangani tempat tinggal rakyat Elf, kehidupan di perbatasan akan seperti dulu, damai tanpa peperangan lagi.
Alaric menyerahkan satu gulungan kepada Tiffany, gadis itu dengan cepat menerima nya.
Suasana hening di dalam tenda tersebut tidak berubah, Alaric bangkit berdiri, pria itu berjalan keluar tenda tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Salah satu prajurit Avariel Elves menghampiri Alaric, dia membungkuk hormat. "Lapor yang mulia, semuanya telah selesai, sisanya tinggal menunggu Tuan Evan kembali."
Alaric mengangkat sebelah tangan. "Tidak perlu menunggu Theo kembali, bereskan semuanya malam ini, kembalikan para pengungsi ke tempat asalnya."
Prajurit itu mengangguk cepat. "Siap, laksanakan yang mulia!"
Seusai kepergian prajurit itu, tanah di sekitar sedikit bergetar, Alaric mampu merasakan nya, pria itu menghela nafas pelan, dirinya ingin malam ini masalah di Veronica selesai, dengan begitu dirinya akan menjalankan tugas bersama Anna, tidak sendirian.
Alaric berjalan ke arah benteng perbatasan, jubah gelap nya menghantar ke permukaan tanah, sesekali berkibar ketika angin kencang berhembus datang, prajurit lain sibuk dengan urusan nya masing-masing, tanpa menyadari kehadiran Alaric yang telah menghilang di telan hembusan angin.
Pria itu menggunakan sihir nya untuk berpindah tempat, berbeda dengan portal, sihir yang Alaric gunakan dapat mengubah wujud nya menjadi hembusan angin atau wujud yang lain sesuai sihir yang dirinya gunakan, sihir tersebut akan membawa nya ke tempat yang di tuju dan saat telah sampai tiba di titik tujuan wujudnya akan kembali seperti semula.
Alaric membawa dirinya ke atas kanopi hutan raksasa, pria itu mengambang, kehadiran nya tidak akan di sadari, Alaric menunduk, melihat para kepala para Orc di bawah nya yang terus berlarian ke sana-kemari, berbagai sihir bervariasi warna terus meluncur, hutan ini begitu luas, di sisi kanan petir biru terus melayang ke atas langit, menciptakan ledakan biru terang yang memenuhi bumantara malam, sedangkan di sisi kiri warna merah lebih mendominasi, di sisi kiri lebih banyak kepulan asap yang menguap ke atas langit.
Alaric dapat melihat dari dua sisi tersebut ada se-ekor naga, dirinya menggeleng pelan. "Rupanya mereka berdua benar-benar berpesta."
Di bawah nya pertarungan Orc dengan ke-dua bawahan setia nya masih berlangsung, bahkan lebih meletus di banding sebelumnya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL II
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Angin berbisik diantara daun-daun gugur, membawa cerita-cerita lama yang terluka. Meskipun waktu telah berlalu, luka di hati masih membekas, trauma itu seperti senja yang...