Malam telah menyambut bulan yang terlihat separuh, tidak sempurna bulat, awan-awan gelap pun bergumul memenuhi langit malam, tidak ada bintang, malam ini terasa lebih kosong ketika ribuan cahaya penghias angkasa tidak muncul, di hadapan gerbang Veronica. Ethan, Zero serta Evan tengah menunggu seseorang, mereka sudah siap bertarung di dalam hutan, tempat para Orc serta Dark Elves hinggap, malam ini tidak ada penyerangan dari mereka, pas sekali untuk menyusup masuk dan meledakkan sarang para Orc.
Ethan duduk di atas batu, tubuh nya bersandar pada dahan pohon di belakang nya, sesekali laki-laki itu menguap, mengantuk. "Aishhh, lama sekali Arlend berdandan, apa yang dia lakukan?"
Zero yang tengah mengupil mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu."
Ethan menegakkan tubuh nya ketika teringat sesuatu. "Kau sudah menikah bukan? Bagaimana rasanya?"
Zero melotot. "Kau lebih bodoh di banding dugaan-ku, tentu saja rasanya seperti di surga."
"Percakapan kalian semakin ke sini semakin jauh." Evan yang berdiri sembari bersedekap dada menatap Ethan dan Zero penuh rasa malas. "Arlend tengah menyiapkan dirinya untuk pertarungan pertama nya, dia hanya berlatih di siang sampai sore tadi, tidak cukup untuk menyempurnakan sihir nya."
Ethan hanya ber-oh pelan, Zero selesai dengan urusan upil nya, pria itu lebih tampan ketika pakaian nya telah di ganti, jubah telah melekat di tubuh tinggi nya, surai biru nya pun tampak tersisir rapi tidak seberantakan pagi tadi bagai sarang burung, pria biru itu merentangkan sebelah tangan nya, gemericik petir terdengar, sinar biru muncul di hadapan nya, melayang dua meter, sinar tersebut perlahan membentuk hingga menjadi sebuah sabit.
"Kau tidak akan memakai pedang?"
"Aku tidak pandai menguasai pedang Evan." Jawab Zero sembari menarik sabit nya, memutarnya seakan tengah menebas kepala musuh. "Setiap pedang yang aku gunakan pada akhirnya selalu hancur, beda halnya dengan senjata kesayangan-ku. Justru sebaliknya, selalu berhasil membuat senjata musuh lebur."
Evan mengangguk mengerti.
Ethan yang terlanjur jenuh mulai melompat dari atas batu, laki-laki itu berkacak pinggang, tatapan nya ke depan, akhirnya seseorang yang di tunggu keluar juga. Arlend berlarian menghampiri ke-tiga pria yang setia menunggu nya sembari membawa sebuah busur, pria itu tersenyum lebar.
"Maaf lama, aku mencari senjata yang cocok untuk-ku."
Ethan berdecak takjub, mengelus pelan busur milik Arlend. "Dari mana kau mendapatkan nya sobat? Ini keren sekali."
"Pasukan elite para Elf yang memberikan nya kepadaku, mereka baru tiba beberapa menit lalu dan langsung menyerahkan senjata indah ini kepadaku."
"Bukan yang mulia Lord yang memerintahkan mereka untuk memberikan nya?"
"Tapi yang mulia Lord tidak berbicara kepadaku tentang senjata ini."
Busur tersebut jauh berbeda dengan busur yang sering di gunakan para Elf, di pahat sempurna dari kayu terbaik, serta di taburi serbuk-serbuk berkilau keemasan membuat nya tampak lebih cantik, apalagi ketika di siram cahaya rembulan.
"Semuanya sudah siap? Ayo kita pergi sekarang!" Evan memberi perintah pertama.
Zero memilih berjalan lebih dulu, di susul oleh Ethan, kemudian Evan yang di ekori oleh Arlend di belakang nya.
Hutan yang mereka masuki pertama kali terlihat gelap, seperti hutan lain nya di malam hari, tapi semakin berjalan masuk suasana hutan semakin berbeda, cahaya biru muda dari para tumbuhan berpendar terang, pohon-pohon yang semula berbentuk normal kini terlihat empat lipat kali lebih besar, daun-daun nya begitu lebar, bisa di gunakan untuk atap rumah, Zero mencengkram sabit nya kuat, pria biru itu tersenyum miring, membuat keributan kecil lebih dulu tidak buruk bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY WITH THE DEVIL II
Fantasy[Utamakan follow sebelum membaca.] Please, don't copy my story. ──────────── "Angin berbisik diantara daun-daun gugur, membawa cerita-cerita lama yang terluka. Meskipun waktu telah berlalu, luka di hati masih membekas, trauma itu seperti senja yang...