37. Aku Tidak Mau

122 19 16
                                    

Sang surya bersinar terang dikala pagi menyapa. Birunya langit yang cerah seolah menjadi penanda pergantian hari telah tiba. Cerahnya dunia tak sebanding dengan hati dua pasangan suami istri yang dirundung kelabu. Bahkan walau hari sudah berganti tak selaras dengan suasana hati mereka yang tak mau berganti suasana. Suasana ruang makan pun tak seceria biasanya.Tak ada lagi canda maupun tawa saat mereka makan. Kini Seokjin dihadapkan oleh dua wanita yang sedang merajuk padanya. Mungkin ia bisa mengatasi Hyunjin dengan mudah tapi tidak dengan Hana. Pria berparas tampan itu hanya bisa menatap keduanya saling bergantian. 

    “Kenapa ayah semalam tak pulang? padahal aku dan ibu sudah menyiapkan semuanya," cerca Hyunjin dengan wajah sendu. Seokjin diam sejenak menatap Hana yang sedang sarapan. Istrinya itu sama sekali tak menyapa bahkan menatap wajahnya pun malas.

“Maafkan ayah. Banyak sekali tugas di kantor yang tak bisa ditinggalkan. Apalagi bulan depan ada sebuah acara besar di Jeju. Ini memang salahku karena lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga. Aku tahu ini kesalahan besar. Aku janji tak akan mengulanginya lagi,” jawab Seokjin panjang lebar berharap Hana mendengar dan mau berbaikan dengannya. “Apa Hyunjin juga marah pada ayah?” gadis kecil itu pun mengangguk pelan seraya pergi ke ruang tengah untuk memakai sepatu sekolahnya.

Seokjin tak bisa berkata apa-apa. Ia tak tahu lagi ucapan seperti apa yang harus ia lontarkan agar mendapat sebuah maaf dari kedua orang yang ia sayang. Hana masih saja diam tanpa mau berkomentar. Kini ia beranjak dari tempat duduknya. Mengambil piring-piring kosong sisa makanan untuk dibersihkan kecuali piring suaminya. Seokjin hanya bisa menghela napas untuk mengontrol emosinya agar tetap sabar menghadapi amukan sang istri. Sekali marah wanita memang susah untuk bujuk tapi Seokjin tak menyerah. Ia tetap berusaha meluluhkan hati istrinya.

 Dengan senyum tipis Seokjin berdiri menuju dapur sebagai alasan untuk mencuci piring. Padahal ia hanya ingin berdekatan dengan Hana dan berbicara sebentar. Walau dia sudah berdiri hampir setengah menit di samping istrinya. Tetap saja tak membuat wanita berambut panjang itu untuk memulai pembicaraan. 

“Sayang, hari ini biar aku saja yang mengantar Hyunjin ke sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah. Lebih baik kau istirahat. Me time. Bagaimana bisa aku fokus kerja jika istriku marah di rumah,” jelas Seokjin dengan suara yang sedikit dimanjakan agar Hana segera membuang jauh-jauh emosinya. Selesai cuci piring dan meletakkan barang pecah belah itu di tempatnya. Hana berjalan menuju ruang tengah untuk menyisir rambut putrinya yang panjang. Dan ini untuk kesekian kalinya wanita bermarga Park itu tak menggubrisnya. “Aku akan ke atas ganti baju lalu mengantar Hyunjin,” ujar Seokjin tanpa peduli apakah ocehannya ditanggapin apa tidak. 

Hana memang tak menatap suaminya tapi ia bisa mengawasi gerak-gerik Seokjin dari ujung matanya. Ketika ia yakin sang suami sudah mulai menjauh, berjalan menaiki tangga, dan menuju lantai dua. Ia bisa bernapas lega seraya menghela napas panjang. Sebenarnya ia tak tega bersikap seperti ini pada Seokjin tapi lebih baik meluapkan emosi dengan cara seperti ini daripada adu mulut. 

“Sampai kapan ibu tak bicara dengan ayah?” ujar Hyunjin yang sedang di ikat rapi oleh Hana. “Aku sedih jika ayah dan ibu bertengkar. Jangan seperti ini. Cepatlah berbaikan.”

Biasanya ia akan luluh dengan kata-kata putriya. Namun, entah kenapa untuk kali ini hati nurani Hana belum tergerak untuk memaafkan suaminya. Daripada mencari alasan demi menjelaskan suatu hal yang tak pasti kepada Hyunjin. Hana memilih diam tanpa mau memberi pengertian apa pun pada putri kecilnya. Bayangkan, disaat dia memposisikan keluarga di atas segala tetapi Seokjin mengesampingkan itu demi pekerjaan. Hana merasa itu semua tak adil. 

*****

Perjalanan menuju sekolah Hyunjin pun tampak sendu. Sang putri kecilnya yang biasa banyak bicara hari kini menjadi lebih banyak diam. Namun, Seokjin tak kehabisan akal untuk mengembalikan mood sang anak. Jika biasanya selalu ada pertengkaran kecil antara ia dan Hyunjin perihal musik yang mengiringi mereka. Kali ini Seokjin dengan senang hati memutarkan lagu dari boyband kesukaan Hyunjin yaitu Bangtanseonyondan. Mendengar musik yang tak asing di telinganya. Mata gadis itu sontak melirik sang ayah dengan senyum yang lebar. Seokjin tertawa kecil melihat tingkah buah hatinya yang berubah total. 

“Hyunjin-ah, apa kau senang?” tanya Seokjin. Hyunjin pun mengangguk antusias. “Hah, Hyunjin-ah, apa yang harus aku lakukan agar ibumu mau memaafkanku?” curhat Seokjin. 

“Aku tak tahu. Yang jelas ibu benar-benar kecewa dengan ayah. Aku baru pertama kali melihat ibu semarah itu,” ujar Hyunjin yang masih merasa sedih karena pertengkaran orang tuanya. Suasana dalam mobil terasa sunyi walau sebenarnya ramai karena lagu-lagu Bangtan yang diputar. Tiba-tiba Seokjin mendengar putrinya tersedu. 

“Hyunjin-ah, kenapa kau menangis?” tanya Seokjin penuh rasa khawatir. 

“Ayah dan ibu tidak akan bercerai, kan?” tanya Hyunjin tanpa basa-basi. 

“Hah?” Seokjin agak kaget mendengar pertanyaan polos sang putri. “Tentu saja tidak, sayang. Ini hanya masalah salah paham saja. Seperti Hyunjin dan Sohee jika bertengkar. Lagipula Ibu dan Ayah saling mencintai. Hyujin-ah, jangan terlalu dipikirkan. Lebih baik Hyunjin fokus sekolah saja. Ibu dan Ayah baik-baik saja,” jelas Seokjin dengan seutas senyum termanisnya untuk sang buah hati. 

“Jadi, ayah dan ibu tidak akan bercerai? sungguh?”

“Tentu saja tidak!” tegas Seokjin. 

“Aku lega mendengarnya,” gumam Hyunjin. “Aku hanya tidak ingin seperti Sohee.”

Seokjin menelan ludah mendengar ucapan putrinya. Tenggorokannya tercekat mengingat bagaimana kedua orang tua sahabat Hyunjin itu berpisah. Apalagi penyebabnya kalau bukan karena perselingkuhan. Ayah Sohee berselingkuh dengan teman SMA-nya dulu. Awal mula hubungan mereka terjalin karena sebuah reuni yang diadakan oleh salah satu temannya. Mirisnya lagi, ayah Sohee lebih memilih wanita lain daripada anak dan istrinya. Tak cukup sampai itu. Ia bahkan sampai pindah ke luar negeri dan tak pernah sekalipun mengirimkan uang untuk biaya putrinya. Seokjin jadi sedikit takut akan hal ini. Bagaimana jika ia ketahuan selingkuh? apa Hana akan meminta cerai? Ayah Hyunjin itu segera menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang tidak-tidak. Seokjin tak mau berpikir sejauh itu. Begitulah kalau orang selingkuh mencoba denial dengan segala contoh yang membuktikan bahwa perselingkuhan bukanlah tindakan yang keren. 

“Ayah, tidak seperti ayah Sohee, kan?” tanya Hyunjin dengan suara lirih. Sebuah pertanyaan yang cukup menohok sampai ke ulu hati. Seokjin hanya tersenyum lebar seraya mengelus lembut sang putri. Ia tak mau memberi jawaban pada sang anak karena Seokjin tak ingin juga membohongi putrinya. 

TO BE CONTINUE

Woi Baek Seokjin gimana perasaanmu saat Hyunjin ngomong gitu. Sadar bro sadar.  Sumpah aku nulis percakapan Hyunjin sama Seokjin nyesek banget. 😭

 BROKEN (MARRIAGE LIFE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang