44. Pura-pura

115 27 12
                                    

"Sayang, kenapa?" tanya Seokjin.

"Tidak ada apa-apa. Aku ingin ke kamar mandi dulu," jawab Hana.

Tenggorokan Hana tercekat, pandangannya sedikit kosong, dan pikirannya masih bekerja keras menerima semua hal yang baru saja ia lihat dan rasakan. Langkah Hana terasa berat. Kamar mandi yang ada di ujung pun terasa begitu lama. Dalam perasaan setengah hancur karena asumsi yang tak bisa ia bantah. Hana berusaha sekuat tenaga untuk berjalan dengan tegak. Sesampainya di sana, Hana menutup pintu secara perlahan, dan duduk di kloset. Kedua tangannya bergetar hebat. Air matanya pun mulai menggenang tak beraturan. Dalam keadaan panik Hana menggigit kuku ibu jarinya. Sekujur tubuhnya pun terasa lemas dan tak berdaya untuk berdiri.

"Apa itu tadi? tidak, itu hanya kesalahan, kan? mungkin aku salah lihat," gumamnya mencoba untuk menghibur diri. Hana tampak begitu stress dan frustasi. Kedua tangannya yang bergetar mencoba mengusap rambut di kepala. Ia juga menjambak kecil rambut panjangnya sebagai pelampiasan amarah. Tak terasa air mata yang ia tahan pun menetes deras di pipinya. "Benarkah itu semua?" ujarnya dalam tangis.

*****

Park Hana masih terjaga dikala Seokjin sudah terlelap dalam tidurnya. Ia tak bisa tidur memikirkan apa yang sudah ia alami. Bau parfum dan tanda merah itu cukup mengusik pikirannya. Bukan tanpa alasan juga kenapa ia belum tidur. Ada suatu hal yang ingin Hana lihat dan pastikan. Usai yakin jika suaminya benar-benar tertidur pulas. Hana perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju nakas tempat ponsel suaminya di isi daya baterai dengan hati-hati. Ada sedikit perasaan ragu tentang aksinya ini namun, jika ia tak bertindak semua akan membuatnya semakin tersiksa. Hana menarik napas dalam-dalam seraya melihat ponsel berwarna putih sang suami. Ia mencoba untuk membayangkan hal-hal terburuk lebih dulu agar dirinya jauh lebih kuat dan tak kaget jika memang semua asumsinya terjadi.

Jari-jemari Hana mulai mengambil ponsel Seokjin dan mencabut kabel charge-nya. Ternyata ponsel suaminya masih dalam keadaan yang sama yaitu Tak bersandi. Dari sini sudah agak sedikit aneh. Jika memang selingkuh biasanya pemilik ponsel akan menggunakan kata sandi sebagai pengamanan dan tak sembarang orang bisa membuka. Sebelum mengecek semua yang ada di ponsel suaminya. Park Hana menarik dalam-dalam. Sesekali ia melihat ke arah Seokjin untuk memastikan sang suami masih berada di alam mimpinya. Hal pertama yang Hana lihat adalah riwayat chat, pesan, atau panggilan. Tidak ada hal yang mencurigakan. Begitu pula dengan galeri foto dan videonya. Perasaan Hana agak lega tapi ia tak mau percaya begitu saja. Karena bau parfum dan tanda merah itu sangat jelas.

Terlepas dari itu semua, Hana mencoba untuk lebih bisa mengontrol emosinya. Kalau ia berbuat gegabah tentu yang ia dapat hanyalah sebuah pertengkaran tanpa bukti. Pura-pura saja tak tahu apa-apa. Dengan begitu ia perlahan bisa menguak semuanya. Apakah asumsinya benar atau tidak. Walaupun sebenarnya ia tak mau semua pikiran buruknya menjadi kenyataan. Namun, jika ternyata terbukti benar. Apa yang harus ia lakukan? bercerai atau bertahan demi anak? dalam diam Hana hanya bisa menatap sang suami yang terlelap dari jauh sembari berlinang air mata. Suasana semakin terasa pilu karena hujan turun. Mata indah Hana menatap kosong jendela yang basah karena tetesan air hujan.

"Apa yang harus aku lakukan besok?" gumamnya seorang diri.


*****


Seperti janjinya sendiri dikala malam dengan hujan yang lebat. Hana berusaha keras berperilaku seperti biasa walau dalam hatinya begitu meronta serta ingin menangis. Memasak untuk sarapan, menyiapkan pakaian untuk suaminya, dan menjemput Hyunjin sekolah. Semua akan ia lakukan penuh dengan kepura-puraan. Seolah hatinya baik-baik saja padahal ada rasa takut yang luar bisa mencengkeram relung hatinya. Demi apapun, berakting seolah semua berjalan lancar bukanlah hal yang mudah. Seperti halnya pagi ini ketika ia harus menghabiskan waktu bersama suaminya di satu ruangan yang sama karena dapur dan ruang makan ada dalam area yang sama. 

"Selamat pagi, sayang," sapa Seokjin yang sudah rapi dengan setelan jasnya.

Tak lupa sebuah kecupan lembut di bibir Hana ia berikan. Padahal istrinya itu masih sibuk dengan keruwetan di dapur. Namun, Seokjin tak peduli dan duduk santai di meja makan dengan camilan yang ada. Di sana juga sudah ada Hyunjin yang tengah membaca buku pelajaran. Mata gadis itu memandang sang ayah dengan tatapan tak biasa. Merasa ditatap tajam oleh sang buah hati, Seokjin spontan mencium pipi chubby Hyunjin dengan penuh kasih sayang. Padahal, bukan itu yang membuat Baek Hyunjin menatap ayahnya lekat-lekat.

"Apa ayah akan bertemu dengan orang penting hari ini?" tanya Hyunjin tiba-tiba.

"Tidak, kenapa?" tanya Seokjin.

"Aku merasa penampilan ayah jauh lebih rapi dari sebelum-sebelumnya. Bahkan, bau parfum ayah lebih menyengat dari biasanya," celetuk Hyunjin yang sempat membuat Seokjin terkejut. Penuturan sang putri sukses membuat perasaan Hana semakin campur aduk namun ia harus tetap bersikap biasa saja.

Ada sebuah fakta unik tentang keluarga Baek. Dalam keluarga lain, seorang istri pasti memiliki radar yang sinyalnya sangat kuat jika sang suami mulai bertindak aneh apalagi ada hubungannya dengan wanita lain. Tapi di keluarga ini yang memiliki radar sekencang itu adalah putri mereka, Baek Hyunjin. Dari awal memang Hyunjin seorang pencemburu berat kalau sang ayah dekat dengan wanita lain tak peduli jika itu kolega bisnisnya. Selalu menyuruh Seokjin untuk memakai topeng iron man setiap bepergian dengannya menjadi salah satu bukti bahwa Hyunjin adalah seorang gadis yang over protektif. Itulah yang membuat radarnya lebih kuat dari radar sang ibu.

"Baek Hyunjin, jangan suka berpikir macam-macam. Fokuslah membaca lalu sarapan. Apa kau mengerti?" ujar Seokjin yang hanya dibalas dengan ekspresi cemberut sang putri. Namun, apa yang dikatakan Hyunjin tak ada yang salah.

Setelah semua menu makan pagi selesai dimasak. Hana menyiapkan secara perlahan di meja makan. Kedua orang yang dicintainya kini sedang melahap sarapan mereka dengan rakus. Tak ada masakan Hana yang membuat Hyunjin dan suaminya kecewa. Semuanya enak. Walau mulut sibuk mengunyah namun mata Hana sibuk melihat ke arah lain. Sesekali ia melihat kembali tanda merah yang sudah sedikit menghitam di leher sang suami untuk lebih memastikan karena semalam pencahayaan tak begitu terang. Benar dan tanpa perlu diragukan lagi itu adalah bekas gigitan atau hisapan.

"Sayang, apa kau akan pulang terlambat hari ini?" tanya Hana dengan semua usaha pengendalian diri yang luar biasa,

"Sepertinya, iya. Aku akan pulang terlambat. Bahkan mungkin satu minggu kedepan, Maaf, sayang, karena semua persiapan di Jeju harus selesai minggu ini," jelas Seokjin.

"Aku tahu. Kalau begitu aku akan tidur lebih cepat," ucap Hana. Seokjin pun mengangguk setuju dengan ucapan sang istri. Park Hana bukanlah wanita lemah yang menerima semuanya dengan pasrah. Dia pasti akan melakukan sesuatu untuk membalas semua rasa sakit dan gelisahnya. Bahkan, ia tak akan tinggal diam untuk hari ini.

Park Hana melambaikan tangan kanannya dengan senyum manis seraya melepas keberangkatan suami untuk bekerja dan sang putri untuk sekolah. Sepeninggal dua orang kesayangannya, senyum Hana menghilang. Ekspresi wajahnya berubah drastis menjadi sendu dan penuh rasa amarah. Wanita itu memiliki sebuah rencana yang bahkan suaminya itu tak akan menyangka. Langkah anggunnya membawa Hana menuju dapur dan mata indahnya memancarkan sebuah ketekadan yang luar biasa. Wanita itu menarik napas dalam-dalam, untuk meyakinkan bahwa rencananya akan berjalan dengan lancar.

"Oke, Park Hana, ayo kita berperang," ujarnya menyemangati dirinya sendiri.

TO BE CONTINUE

Nah, Hana punya rencana lah untuk mencari bukti lebih dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nah, Hana punya rencana lah untuk mencari bukti lebih dulu. Dia memilih untuk tetap stay cool wahha.

 BROKEN (MARRIAGE LIFE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang