bagian 14

187 92 525
                                    

;- sedikit kisah tentang bagaimana rasanya berpisah -;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

;- sedikit kisah tentang bagaimana rasanya berpisah -;

_____

Tandai jika ada typo yaaa!!
_____

Gema nampak memainkan jari-jarinya suntuk, hampir satu jam lamanya pemuda itu terduduk di depan poli jiwa dengan harap cemas karena Kinar yang dia tunggu tidak lekas menunjukkan batang hidungnya. Ingin sekali dia ikut masuk kedalam namun ... dia siapa?

Janji untuk mengajak Kinar datang menemui dokternya benar-benar dia tepati, meskipun sebelumnya Gema harus menunggu lama karena Kinar ternyata lebih memilih menemui Reyhan terlebih dahulu.

Kakinya bergoyang tak bisa diam. Umur segini memang sedang aktif-aktifnya, maklumi saja, tidak bisa berhenti barang sedetik. Kemudian pemuda itu berdiri, dia merenggangkan otot-otot tubuhnya, tidak terbayang didalam pikirannya bahwa konsultasi dengan seorang psikiater akan memakan waktu selama ini.

"Lama banget, tau gitu gue bawa bantal dah nih," dumelnya dengan menatap pintu yang masih tertutup.

"Sekalian ngaso, bawa terpal, bawa makanan, piknik-piknik deh disini," kali ini pemuda itu menarik lengan jaketnya keatas, dia berkacak pinggang sambil terus menggerutu. Memang benar dia ini pribadi yang sebenarnya sabar, namun tetap saja menunggu adalah aktivitas paling membosankan bukan?

Dia berjalan ke kanan dan ke kiri membuat siapa saja yang ada disana menatapnya dengan pusing.

"Mas bisa duduk tidak?" tanya seorang ibu-ibu dengan kacamata kotaknya membuat Gema menunduk dan meminta maaf.

"Maaf bu," katanya dan kembali ketempat duduknya.

Tak seberapa lama setelah dia menempatkan bokongnya disana, Kinar keluar dengan beberapa lembar kertas.

Dengan sedikit tergesa gadis itu berjalan menuju Gema yang kini tengah berdiri kembali. "Maaf lama ya," ucapnya sembari memasukan kertas-kertas itu ke dalam tas ransel yang ada dibelakang punggungnya.

"Gak apa-apa, padahal gue udah niat piknik sekalian tadi disini," guraunya ketika melihat wajah serius dari Kinar. "Kata dokter gimana? Baik-baik aja kan?"

Kinar mengangguk lesu. "Tidak sebaik itu sih, tapi aku masih waras kok, gak harus sampai masuk rumah sakit jiwa haha," katanya diselingi tawa.

Gema menghela napas, bisa-bisanya gadis ini tetap tertawa bahkan ketika dirinya diambang mati dan gila. Memang mentalnya sekuat baja, sekalipun Gema hanyalah orang asing yang tidak mengenal Kinar sebelumnya. Dia tidak tau apa saja yang gadis itu sukai selain novel, dia tidak paham kenapa Kinar begitu menyayangi Reyhan terlepas dari status Reyhan adalah kakaknya. Tapi jelas Gema paham betul bagaimana kesulitannya Kinar untuk tetap mempertahankan kewarasannya.

"Kakak ku pulang besok, rasanya senang, kata dokter Maria itu adalah salah satu rasa yang harus dipertahankan biar aku tetap bisa diselamatkan."

Gema mengangguk-anggukan kepala kemudian menarik Kinar menjauh dari sekerumunan orang yang juga sedang menunggu disana. Keduanya terlihat tergesa-gesa hingga tanpa sadar seseorang yang tengah menyandarkan tubuhnya pada dinding putih menjegal kaki Kinar, membuat gadis yang berada di genggaman Gema pun terjatuh.

SUARA GEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang