bagian 19

147 70 386
                                    

;- bahagia itu tanggung jawab pribadi, maka ayo dibenahi, ayo diciptakan sendiri -;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

;- bahagia itu tanggung jawab pribadi, maka ayo dibenahi, ayo diciptakan sendiri -;

_____

Ramaikan setiap paragraf nya ya cantik!!
_____


Ocehan burung beo milik tetangga terdengar merdu di pagi ini, membuat seorang pemuda yang tengah sibuk merapikan jaket jeansnya tersenyum cerah, secerah mentari pagi yang mulai menyingsingkan sinarnya.

Sejak subuh bahkan sebelum matahari terbit, Gema telah bersiap dengan segala macam barang bawaannya. Ya, di hari minggu ini dia berniat akan melakukan piknik guna merefresh otak yang hampir meledak memikirkan masalah yang tidak ada habisnya.

Orang bilang masalah ada untuk memberi kita ujian, agar dapat naik tingkat lagi sebagai manusia, agar semakin pandai lagi dalam hal memahami kehidupan. Jika memang seperti itu faktanya, bisa dipastikan Gema sudah menjadi profesor kehidupan. Si pecinta musik ini gemar sekali belajar dari banyak kisah orang lain. Baik-buruk kehidupan yang mereka jalani, Gema amati. Menarik kesimpulan atas apa yang terjadi, mencari hikmah dari apa yang telah dilalui adalah kelebihannya yang lain. Ya, Gema si pengamat kehidupan.

"Gema, ini bunda bawakan beberapa snack." Arinda memberi Gema satu kantong plastik yang lumayan besar, isinya tentu chiki kesukaannya.

"Bun, Gema bukan bocah SD yang lagi study tour, kenapa bawa jajannya sebanyak ini?" protes Gema sembari menggelengkan kepalanya heran.

"Siapa bilang ini untuk kamu?"

"Terus buat siapa dong?"

Arinda memegang pundak sang anak, menatap manik hitam itu dengan seksama. "Ini untuk calon mantuku, Kinar." Wanita paruh baya itu terkekeh setelah mengatakannya, membuat wajah Gema merona merah. Lucu, sangat.

Gema bingung harus bereaksi seperti apa, dia tidak mampu menjawab, begitu juga dengan balik menatap, rasanya yang diucap sang ibu terdengar sungguhan, membuatnya tak mampu menahan rona merah yang bersemu tanpa ijin.

"Udah jangan salting, ibun hanya bercanda," katanya dengan terkekeh.

"S-siapa yang salting."

Setelahnya Gema hanya mengambil apa yang ibunya pegang agar tidak semakin kentara kalau dia benar-benar salah tingkah.

"Mana sih Nizar, selalu ngaret." Gema berkacak pinggang, berjalan mondar-mandir didepan pintu rumah menunggu kehadiran sang teman.

"Kamu terlalu pagi, ini masih jam tujuh, Gema." Arinda kembali merapikan barang-barang yang telah Gema siapkan.

"Ya kan pikniknya pagi biar nggak terlalu panas."

"Coba kamu telepon."

Benar juga, Gema meraih ponsel yang ada didalam saku celananya, baru saja tangannya hendak menelan tombol hijau disana sebuah klakson mobil menghentikan gerakan tangan Gema.

SUARA GEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang