bagian 24

134 37 157
                                    

;- segala bentuk kejadian lambat laun akan memberikan sebuah pelajaran -;

_____


"Mereka duluan yang cari gara-gara pak!"

"Enak aja, lo yang gibeng gue duluan, sialan!"

"Maju sini lo bangsat! Gue gak takut!" Jesslyn melotot kepada dua pemuda yang sedang terduduk disampingnya saat ini.

"Ki, tenang dulu." Dino mengusap pundak Jesslyn berusaha memberikan gadis itu kenyamanan agar tidak semakin emosional.

"Gimana gue bisa tenang, lo lihat aja muka songong mereka ini!"

"Lo yang mulai duluan, anying!"

"Bar!" bentak Nizar yang kini mijit pelipis matanya, pusing.

"Maaf pak tapi ini kita selesaikan secara kekeluargaan aja ya pak," kata Gema yang berdiri disamping Nizar.

Mendengar hal itu membuat Jesslyn sedikit naik pitam. "Gak bisa gitu dong, Gem! Kita bukan keluarga, kenapa harus diselesaikan secara kekeluargaan?"

"Siapa juga yang mau jadi keluarga lo, cewek freak!"

"Sialan! Lo yang freak, gila, pengecut!"

"JESS!" Gema membentak tepat didepan semua orang yang ada disana, membuat Nizar dan Dino saling pandang dengan kening berkerut.

"Jess?" tanya Nizar heran.

Gema yang menyadari kekeliruannya segera meralat ucapan yang baru saja terlontar. "M-maksud gue, Kinar. Lo diem dulu bisa gak sih, Ki?"

Jesslyn hanya menatap Gema dengan tajam, pandangan mereka bertemu, seakan berbicara lewat sorot mata yang bahkan tidak dapat dipahami oleh siapapun yang ada disana.

Gadis itu kembali ke tempatnya, dia kembali duduk dengan tenang, sekalipun hatinya masih merasa gusar.

"Raden!" Juna berteriak dengan semangat memanggil nama seorang pemuda yang baru saja memunculkan dirinya dari balik pintu.

Raden melangkah dengan pandangan mengarah pada Gema. Matanya tak lepas dari sana, memandang penuh dendam dan kekesalan. Sedang Gema, pemuda itu hanya membalas pandangan tersebut dengan acuh, membuang muka dan kembali menatap Jesslyn yang terlihat termenung dengan bibirnya yang di monyongkan.

"Ada apa ini pak?" tanya Raden sesaat setelah dirinya menempatkan diri disana.

"Begini mas Raden, mbak ini sudah melakukan tindakan kekerasan kepada teman-teman mas Raden."

"Pak, mereka dulu yang mulai!" Jesslyn masih bersikeras mempertahankan argumen bahwa dirinya tidak melakukan sebuah kesalahan sama sekali. Sedang Raden terlihat memicingkan matanya menatap gadis asing yang baru saja dia temui di kantor polisi ini.

"Mohon maaf sebelumnya ya pak. Untuk masalah ini biar saya yang urus, maaf udah bikin kekacauan disini." Raden menunduk 90 derajat diikuti oleh kedua temannya.

Polisi yang bertugas pada saat itu hanya mengangguk pasrah, tidak bisa melawan, mengingat power besar yang orang tua Raden miliki sering kali menyelamatkan pemuda itu dari banyaknya tuntutan jika proses dilanjutkan.

SUARA GEMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang