Puas dengan menertawakan Tamari, Tamara langsung saja ketaman belakang meninggalkan makan malamnya. Cewek yang di juluki ugly itu mengusap matanya yang berair bekas tadi tertawa. Dia menghembuskan nafasnya dan duduk di kursi kayu, mendongak melihat langit malam yang gelap juga bertebaran bintang.
Bintang selalu membuat hatinya merasa iri, benda langit itu selalu menimbulkan gejolak iri dalam hatinya. Jika ditanya, ingin seperti apa kamu? Maka Tamara aka menjawab. "Aku ingin menjadi bintang."
Kenapa seperti itu, karena menurut Tamara. Bintang itu tidak selalu sendiri, dia punya teman yang selalu berada di sisinya. Bersinar terang bersama dan menampakkan sinar yang indah. Hanya itu, yaa hanya itu. Intinya, kadang kala Tamara ingin memiliki teman, seperti bintang. Tidak sendirian dan merasa kesepian. Tidak terkucilkan namun selalu berkelompok, bersinar terang bersama.
Adista memang sudah cukup, sangat cukup. Tapi bukan itu, bukan temen yang mau mendengarkan cerita dan keluh kesahnya. Tamara hanya ingin, ketika dia berada diluar, ditengah-tengah orang-masyarakat Tamara terlihat dan diakui ada.
Orang-orang seakan buta dan tidak pernah melihatnya.
Sudah biasa, setumpuk kotoran kapan sih pernah di toleh?
Bisakah dia menjadi bintang suatu saat nanti, sekarang? Atau esok hari?
"Kayaknya gak mungkin."
"Nggak ada yang nggak mungkin didunia ini."
Angin malam yang sejuk menerpa hingga rambut Tamara yang tidak diikat terbawa hempasan angin. Cahaya remang remang dari lampu taman berwarna kuning membuatnya terlihat estetik. Jarang orang melihat Tamara dalam keadaan seperti ini, rambut terurai dengan kaos kebesaran dan juga celana pendek bahan yang dipakainya.
Orang luar yang pertama kali melihatnya adalah Rafael, ya, yang menanggapi ucapan Tamara barusan adalah Rafael.
Gerakan yang terlihat dari ujung mata Tamara. Rafael ikut duduk disisinya dengan kedua tangannya masuk kedalam saku Hoodie sweater yang dipakainya. Tamara tidak menoleh pada Rafael, kepalanya masih mendongak melihat kumpulan bintang yang semakin banyak juga bulan yang bersinar.
Rafael menelisik, memandangi Tamara dari atas sampai bawah dan dari bawah sampai atas. Cewek di sebelahnya ini terlihat berbeda dengan pakaiannya dan gaya rambutnya sekarang. Rafael seperti melihat Tamara dari versi lain.
"Lo cantik berpenampilan kaya gini." Mata Rafael masih melihat pada sisi wajah Tamara. Dia mengamatinya dengan tanpa berkedip.
"Kalau gue gak berpenampilan kaya gini, berarti jelek?" Tamara memutar kepalanya hingga berhadapan, bertatapan sudah, bertemu kontak matanya dengan Rafael.
"Lo udah tahu jawabannya. Ucapan yang selalu Lo terima diluar sana?" Matanya keduanya terkunci, tidak ada gerakan tetap diam saling menyorot. Bibir Rafael terangkat membentuk senyum tipis. Tangannya terulur mengusap rambut Tamara. "Tapi di matanya gue, Lo tetep sama. Mau lagi cantik atau jelek. Lo masih sama, sama sama brengsek."
Rafael mendekatkan wajahnya pada wajah Tamara, hembusan napas hangatnya terasa di kulit Tamara. Rafael menarik sudut bibirnya sebelah, "cewek gak tahu diri. Menjadikan keadaan sebagai kesempatan?" Rafael menjauh wajahnya dari Tamara, dia duduk dengan benar dan menghadap kedepan. "Menurut gue, orang kaya gitu brengsek, licik." Lanjutnya.
Sekarang giliran Tamara yang mengamati wajah Rafael. Tamara tilik sisi wajah Rafael, senyum yang tadi Rafael terbitnya kini dirinya juga menerbitkan. Merubah posisinya seperti Rafael, Tamara melihat kedepan. "Tapi menurut gue, orang kaya gitu bukan brengsek apalagi licik. Tapi cerdik."
......
Malam berganti pagi, kegiatan berubah. Seperti biasa, jika bukan hari libur maka kewajibannya adalah sekolah. Tamara dengan baju seragam SMA-nya yang di padukan dengan jaket dengan resleting di buka berdiri di pinggir jalan, menunggu angkot.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]
Teen Fictionegois Tamara skynay gadis jelek dengan sifat egoisnya yang mendarah daging, karena sifat egoisnya juga dia masuk kedalam lubang hitam. permintaannya pada sang ayah membawa dia pada kekerasan fisik juga mental. keinginan yang menjerumuskan dirinya se...