26. Penyakit Tamara

45 8 4
                                    

Info!
Ntah sampai kapan aku bakal jarang banget update, maaf banget yaa. Aku lagi sibuk untuk persiapan ujikom sama us. Mohon maaf ya semuanya.

.....

Hey, dimana?

Maaf...

Aku pergi, Rafael, maaf selalu mengganggumu
Semoga selalu bahagia
Calon Papa

Foto profil menghilangkan.

Info menghilang.

Pada akhirnya Tamara memutuskan semuanya.

Penyesalan memang selalu datang di akhir, hal yang sangat menyakitkan adalah penyesalan. Dan, Rafael merasakannya.

Cincin pertunangan yang selama ini tidak pernah ia pakai, beberapa hari ini melingkari jari manisnya. Memandang cincin dengan unsur nama tunangannya, Tamara, kini cincin itu tidak lagi berarti. Dia yang sangat menginginkan pertunangannya pergi, mundur dan memutuskan untuk mengakhiri. Tidak ada lagi jalinan, sepenuhnya putus dan berakhir, Rafael kecewa.

"Maaf," yang tidak berlaku lagi.

....

Adam menutup mulutnya, kertas yang berasa ditangannya jatuh, tangannya bergetar, sendi-sendi dalam tubuhnya seolah patah, Adam lemas ambruk pada lantai. Dadanya mencelos, matanya kosong berkaca-kaca, sakit. Apa yang harus seorang ayah itu lakukan sekarang?

"K-kenapa, kenapa?" Adam tergugu, bola matanya berkeliaran tak tentu arah, gugup resah dan hatinya memunculkan puncak khawatir. "Nak..." Adam menangis meraih kertas putih dengan tulisan yang ditulis komputer bukan tangan, Adam membaca lagi dan lagi takut ada kesalahan.

Dikamar yang ditinggikan pemiliknya, dengan pencahayaan yang remang-remang Adam menemukan sesuatu yang disembunyikan dan menyakitkan. Kertas dari rumah sakit yang menyatakan bahwa... Tamara memiliki penyakit leukimia stadium 3.

"Hiks.. nak, ayah minta maaf." Adam meremas kertas putih itu, bersujud dilantai dingin itu. "Tamara, maafin ayah, nak, maaf." Adam mengakui bahwa dirinya bukan seorang ayah yang baik.

.....

"Kenapa baru diperiksa sekarang, nak?"

"Aku baru sadar, Dok."

Perempuan dengan jas putih yang membungkus tubuhnya juga kacamata bening yang bertengkar dihidung mancungnya menggeleng, baru mendapatkan pasien yang tidak menyadari penyakitnya.

"Sudah parah lo, kamu..."

".... Bisa saja mati kan, dok?"

Dokter itu terdiam, tidak menggeleng bahkan mengangguk. Menghela napasnya, menilik mata pasiennya yang juga memandangnya. "Mati itu urusan Tuhan, manusia tidak ada yang tahu. Penyakit berat bahkan mematikan bukan patokan jalan mati."

Tamara mengangguk dan dokter itu menghela napasnya.

"Kamu juga mengkonsumi obat penenang, ya?"

"Tida--

---saya tahu, jangan mengelak. Berhenti, kamu mengkonsumsi banyak sekali obat-obatan berbeda. Sebelum obat itu menghancurkan tubuh kamu, lebih baik berhenti. Bisa saja kamu mengalami overdosis!"

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang