35. Rumah (keberhasilan)

32 5 3
                                    

APA KABAR KALIAN SEMUAAAA?
MASIH MENGINGAT SAYA? CERITA SAYA?
MASIH INGAT SI KEMBAR BEDA SIFAT KAN?
MASIH INGAT COWO BRENGSEK DI CERITA INI?
HAYOH.. MASIH INGAT COWOK KUPU KUPU?

YANG MASIH INGAT CUNG!!

SELAMAT MEMBACA KEMBALI DAN MAAF SAYA BARU UPDATE LAGI.

....

Beribu kali telah menyaksikan pergantian siang dan malam dengan keadaan yang berbeda beda. Pergantian malam dan siang itu menjadi saksi bisu beranjaknya seorang Tamara menjadi perempuan dewasa dengan segala pemikirannya.

Hujan Canada menemani perjalanan pulang Tamara untuk kesekian kalinya. Berjalan kaki menyusuri jalan yang dipenuhi dedaunan indah yang berguguran dengan payung putih yang menjadi penjaga Tamara dari rintik hujan. Hujan dinegara Canada sangat indah, tak pernah terpikirkan Tamara akan merasakan dan menyaksikan hujan di Canada. Jika dorongan itu tidak ada, mungkin sampai sekarang Tamara tidak akan melihat hujan seindah ini.

Sejauh apapun perjalanan yang di tempuh, itu selalu dimulai dengan langkah pertama dengan diikuti langkah langkah berikutnya.

Ini rencana Tuhan untuk Tamara. Tuhan ingin Tamara memulai langkahnya. Cobaan itu dorongan yang menggerakkan kaki Tamara hingga berjalan sejauh ini. Rencananya memang indah.

"Ayah, mamah, Tamari, aku kangen kalian." Untuk pertama kalinya Tamara mengungkap kerinduannya lewat kata bukan hanya membatin. Bohong nyatanya jika Tamara sudah melupakan keluarganya. "Kalian apa kabar?"

Tekadnya ingin melupakan, ingin jauh dan tidak ingin mengakui lagi. Namun apa daya, Tamara hanyalah manusia dan seorang anak. Kata-kata keinginan itu keluar karena amarah.

Tangannya menengadah pada air hujan, matanya berkaca-kaca. Sesak dadanya merindukan keluarga yang jauh disana. Yang sialnya entah masih mengingatnya atau sudah melupakannya. "Tamari pasti kamu udah punya baby, kan? Kamu udah dipanggil ibu. Kamu udah jadi orang tua."

"Apakah kamu masih membenci aku, Tari?"

"Ayah... Tara rindu ayah, kedekatan kita cuman sebentar waktu itu."

"Mah... Pasti cuman bohong udah gak nganggep aku anakkan? Pasti cuman gara-gara emosi, kan? Gak benerankan gak mengaku aku anak lagi? Aku masih anak mamah, kan?"

"Kalian masih keluarga aku, kan?" Yang asalnya tadi hanya berkaca-kaca kini kata Tamara sudah basah berair. Payung yang di pegang nya jatuh. Tubuhnya dibiarkan terguyur air hujan yang semakin deras. Tamara menangis merindukan keluarga nya. "Aku disini sendirian, aku kesepian." Isak tangis menyesakkan terendam suara hujan yang semakin deras.

"Sungguh, aku rindu kalian. Maafin aku." Tamara sesegukan, luruh tubuhnya pada aspal.

"Yah, Mah, Tari, negara orang memang indah tapi gak seindah rumah kita." Bibir Tamara bergetar, isak tangisnya menyatu dengan suara gemuruh air hujan. "Aku ingin kembali..."

"Jemput aku..."

....

"Kenapa harus hujan-hujanan Tamara? Kamukam bawa payung! Lihat, gimana kalau kamu sakit, huh?" Elina dengan mulut cerewetnya memarahi Tamara. Tangannya memegang hairdryer mengeringkan rambut Tamara yang basah.

"Lagi pengen aja hujan-hujanan." Singkat Tamara menjawab.

"Kamu--

--Elina, aku seperti devaju. Momen-suasana ini pernah aku rasain. Aku... Kangen sahabatku di Indonesia. Di-a, dia, cerewet waktu aku kerumahnya dengan keadaan basah kuyup." Ucapan Elina terpotong, Elina terdiam. Dari kaca Elina dapat melihat tatapan mata Tamara menyendu. Elina tidak melanjutkan kata yang tadi akan keluar. Elina juga menyadari kalau Tamara habis menangis, terlihat jelas jejaknya.

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang