37. Dinner Ayah dan Anak

38 7 3
                                    

Sudah lima hari Tamara berada di Indonesia, jenuh Tamara rasakan saat hanya berdiam diri dirumah hanya di selingi beberapa aktivitas. Karena menurutnya sudah cukup untuk beristirahat mulai hari ini dirinya mulai bekerja, dikantor nya sendiri.

"Soal kontrak kerja sama itu, tolak saja pak." Tamara dengan tangan kanannya, Pak Bambang sedang berbincang mengenai beberapa kontrak kerja sama juga pekerjaan lainnya. Kerja sama yang di maksud adalah pengajuan kerja sama yang di ajukan saat Tamara masih di Canada.

"Ibu.. sudah memikirkannya matang matang?" Pak Bambang bertanya dengan sedikit ragu. Kali ini.... apa alasan bos-nya ini menolak kerja sama dari perusahaan yang menjanjikan? Pak Bambang sudah menyelidikinya.

"Jawaban yang saya berikan jawabannya." Jawab Tamara. Matanya fokus pada tulisan tulisan dan tangannya lihai membuka buka setiap halaman. Banyak proposal yang belum ia baca dan setujui atau tolak.

"Baiklah kalau seperti itu, akan saya sampaikan kepada pihak terkait." Tak bisa membantah sang bos, Pak Bambang tidak punya kuasa lebih meski hatinya berkata terima kontrak perjanjian itu. Ah, sudahlah bukan rezeki perusahaan itu.

Tamara mengangguk "Hm, terimakasih."

"Sama sama bu, kalau begitu saya undur diri."

....

"Apa? Ditolak?!"

Di tempat yang berbeda, tempatnya di perusahaan Aditama Group sang pemimpin menggebrak meja dengan berita yang disampaikan sekretarisnya.

"Maaf atas berita kurang mengenakan yang saya sampaikan tuan." Hanya bisa menundukan kepala tidak berani melihat bos nya, yang sepertinya tidak menerima penolakan kerja sama itu.

"Buat janji ulang. Saya ingin bertemu dengan pemilik perusahaannya." Tampa pikir panjang mungkin ia sendiri yang harus turun tangan.

Ini masih masa pengujiannya sebagai pemimpin, dan kerja sama ini adalah syarat ia bisa menjadi pemimpin yang resmi di perusahaan ayahnya. Ah, padahal kalau bukan karena permintaan ibunya tercinta juga ingin sepadan dan ingin memperlihatkan pencapaiannya pada seseorang ia tidak akan tertekan seperti ini.

Rafael mengurut pangkal hidungnya yang mancung, pusing mendera kepalanya. Sudah dipusingkan dengan kuliah semester akhirnya kini ia juga pusingkan dengan perusahaan ayahnya. Bisa bayangkan seberapa pusingnya Rafael?

"Maaf tuan, anda tidak bisa bertemu dengan pemilik perusahaan yang aslinya. Saya akan buat janji temu kembali, anda bisa bertemu  dengan tangan kanannya."

"Apa maksud mu?" Rafel sedikit melotot.

"Tidak ada yang tahu identitas pemilik asli perusahaan itu, pemiliknya... bersembunyi pada bayangan tangan kanannya."

Rafael menggerang, tangannya terkepal bertumpu pada meja. Lagi lagi kepala berdenyut nyeri, "Pake kekuasaan saya, koneksi, kalau bisa janjikan apapun yang tidak bisa perusahaan lain janjikan. buat janji temu kembali. Saya tidak mau tahu, kamu urus semua!"

"Baik tuan, akan saya usahakan."

....

"Perusahaan itu ingin bekerja sama dengan perusahaan ku. Dengan arti kasar, dia.. membutuhkan perusahaan saya." Tamara berjalan anggun saat pintu lif terbuka, di belakangnya ada Pak Bambang yang mengikutinya.

"Aditama group memberikan janji besar atas kerja sama ini jika memang ibu sepakati untuk bekerja sama. Dan.. pemimpin dari Aditama group ingin bertemu dengan anda." Pak Bambang menyampaikan pesan yang sekretaris Aditama Group sampaikan.

"Menjanjikan hal besar?" Tamara berbalik sedikit pada Pak Bambang sehingga langkah kakinya berhenti. Pak Bambang mengangguk dan tak ada yang tahu bibir Tamara tertarik sebelah. Tamara kembali melanjutkan langkahnya.

"Benar, bu. Keuntungan akan memihak pada perusahaan kita."

"Saya tidak butuh keuntungan dari perusahaan itu. Jawaban saya tetap yang awal tidak akan berubah. Tolak."

"Baiklah, akan saya sampaikan kembali." Hasilnya tetap sama.

Pak Bambang sudah tahu cara kerja dan cara berpikir bos muda nya itu. Tak segan menolak perusahaan besar sekalipun kalau memang perusahaan itu tidak di inginkannnya.

"Ah, tadi apa katanya? Ingin bertemu dengan saya?" Tamara berhenti di depan mobilnya. Pak Bambang membukakan pintu mobil itu.

"Benar, bu."

"Tolak. Dan sampaikan maaf saya untuknya."

....

Malam Minggu, malam setelah kelulusan Tamara dan juga setelah Tamara kembali kini diadakan dinner antara anak dan ayah yang sudah berpisah lama kurang lebih empat tahun itu. Menumpuk rindu dan terbayar lunas saat bertemu. Adam mengajak anak gadinya untuk makan malam bersama, di restoran besar yang hanya kalangan atas saja yang bisa memasuki restoran itu, masuknya pun harus memiliki akses. Adam menyiapkan semuanya, malam ini sang ayah itu ingin melepas rindu dengan anaknya.

Tamara dengan gaun anggun berwarna putih tulang, sangat cantik menatap takjub restoran yang telah di sulap sedemikian rupa. Cantik. Tangannya memeluk erat tangan sang ayah yang tak kalah tampan malam ini. Jas hitam yang membalut tubuh kekarnya menambah ketampanan peria paruh baya yang berstatus duda itu. Orang akan melihat dan salah sangka pada keduanya. Bukan seperti anak dan ayah melainkan seperti sepasang kekasih. Kurang lebih seperti inilah pemikiran mereka; gadis cantik beruntung yang mendapatkan peria matang yang memperlakukannya bak seorang ratu.

Karena memang tidak bohong, malam ini Adam tidak terlihat seperti duda melainkan seperti pria matang yang; melakukan apapun dengan tindakan untuk memberikan bahagia.

"Ayah siapkan ini semua untuk aku?"

"Hmm. Bagaimana, kamu suka?"

"Aku suka! Suka banget! Makasih banyak ayahhhhh! Aku sayang ayah!" Tamara berjinjit mencium pipi ayahnya. Senyum lebarnya tidak luntur sama sekali sampai matanya ikut terseyum. Kebahagiaan kini satu persatu mendatanginya. Dan yang paling utama kebahagiaan itu datang dari ayahnya.

"Apapum untuk anak ayah. Ayah juga sayang kamu." Adam tersenyum lebar, merangkul bahu Tamara dan mengecup puncak kepala tamara beberapa kali. "Ayah bahagia Tara suka."

"Boleh kita langsung makan? Perut Tara udah bunyi." Tamara menyengir memperlihatkan giginya yang rapi hingga hidungnya mengerut juga matanya menyipit. Dengan ayahnya Tamara seperti anak kecil, tidak sperti saat menjadi pemimpin perusahaan besar.

Adam terkekeh. Mengangguk. Merangkul Tamara untuk duduk pada tempat yang sudah disediakan. Adam tarik satu kursi untuk Tamara,  diatas meja itu sudah dihiasi banyak bunga juga beberapa lilin yang menyala memantulkan cahaya indah. Benar, Adam tidak main main menyiapkan semuanya. Sempurna.

Malam minggu itu, adalah malam minggu pertama yang membuat Tamara tidak dapat melunturkan senyumnya saking bahagia. Tamara berdoa semoga malam minggu berikutnya bahagia itu terus bersamanya, dan... waktu kedepannya yang akan ia jalani, semoga... disertai dengan kebahagiaan juga dengan senyuman.

Dan semoga malam minggu ini terulang kembali dengan menambah personil, ibunya.

Tuhan, Tamara meminta itu. Semoga di kabulkan.

"Kenapa memandang ayah sampai tidak berkedip seperti itu?"

"Ayah tampan hehehe."

"Ayah tahu ayah tampan, makannya ayah punya putri secantik kamu." Adam mencolek hidung mancung tamara dengan menaik turunkan alisnya sampi tamara terkekeh kekeh.

"Hahahaha."

Tuhan tolong berikan limpahan kebahagiaan untuk anakku, hangatkan selalu hatinya dan terbitkanlah selalu senyuman manis itu. Jangan engkau ambil guratan bahagia dimatanya itu. Ini mohon dan mintaku padamu Tuhan ku sebagai ayahnya. Adam meminta dalam hati.

....

HUHUHU AKHIRNYA UPDATE LAGI!!

MAU SELESAI DI BAB BERAPA NIH???

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang