36. kembali pada yang asal

35 6 3
                                    

YANG LUPA SAMA ALURNYA BOLEH BACA ULANG!!
BOLEH JUGA DI AJAK TEMAM TEMANNYA UNTUK BACA CERITA KU INI YAAAA

.....

Bisa di bilang pilihan ini sangat bertolak belakang dengan egonya. Pilihan yang dulu pernah Tamara tanamkan dalam hati bahwa; jangan sekalipun memilih ini. Ya, pilihan kembali ke negara asal, negara dimana dirinya dilahirkan dan negara dimana yang membentuk karakternya dan  negara yang memberikan rasa sakit. Bukan negara melainkan warga negara.

Setelah berpamitan dengan Elina, sahabatnya yang menemaninya selama ia berada di Canada, malam ini Tamara langsung terbang bersama sang ayah menuju tempat tinggalnya. Perpisahan yang menyedihkan tadi bersama Elina, air mata terkuras. Elina tidak sanggup melepaskan Tamara, dan Tamara tidak mau berjauhan dengan Elina. Tamara mengucapkan beribu ribu terimakasih masih pada Elina, karena perempatan itu yang selalu ada untuknya. Tak lupa, Elina pun berterimakasih juga pada Tamara karena sudah mau mengenalnya dan mau menjadi sahabatnya.

Tak luput juga Adam berterimakasih pada Elina sahabat dari anaknya, berterimakasih karena ada untuk Tamara juga berterimakasih telah mau dan suka rela menjadi sahabat anaknya. Adam ucapkan beribu terimakasih juga meminta maaf. Elina tersenyum lembut saat itu, dan menerima ucapan terimakasih dan maaf dari Adam.

Adam mengusap lengan Tamara membuat Tamara tersadar dari lamunannya, Tamara melihat pada ayahnya, Adam tersenyum kecil, "kenapa?" Tanyanya.

Tamara menggeleng dan tersenyum kecil, "gapapa," katanya dan merangkul tangan Adam, menyandarkan kepala pada bahu Adam. Adam mengusap lembut kepala Tamara dengan tangan yang satunya, sesekali mencium puncak kepala Tamara.

"Sebentar lagi kita sampai."

"Iya, ayah."

....

Adam tidak menceritakan apa yang terjadi selama Tamara pergi, tidak menceritakan bahwa dirinya dengan Diana sudah berpisah begitupun tidak menceritakan bahwa Tamari sudah tidak ada. Adam tidak menceritakannya. Namun, setelah kembali ke Indonesia Adam menceritakan semuanya pada Tamara tanpa ada yang di kurangi bahkan dilebihkan, begitupun menceritakan kebenarannya bahwa Tamari hamil bukan anak Rafael melainkan anak Ghana.

Sesak dada Tamara, sakit hati Tamara dan bersedih di atas kepergian adiknya juga perpisahan mamahnya dengan ayahnya. Namun, Tamara menyangkal satu fakta yang katanya anak Tamari bukanlah anak Rafael melainkan anak Ghana? Lelucon macam apa itu?

"Tamara memang benar adanya, anak itu bukan anak Rafael. Tamari yang bilang langsung, dia mengaku pada kita semua sebelum dia melahirkan. Bahkan Tamari sudah bercerai dengan Rafael sebelum anaknya lahir. Dan bukti lainnya, setelah tes DNA memang benar Tanara tidak terbukti anaknya Rafael namun terbukti sebagai anaknya Ghana." Panjang lebar Adam menjelaskan.

Tamara menggeleng, Tamara terkekeh rendah. "Jelas-jelas aku selalu denger mereka selalu ngelakuin itu saat sekolah."

"Rafael dan Tamari mengakui bahwa mereka dulu selalu melakukan itu, pacaran mereka tidak sehat dan sudah sangat jauh dari kata sehat. Tapi Rafael mengaku, dia selalu cari aman."

Tamara manatap ayahnya dengan lekat membuat Adam kikuk, "kenapa ayah terlihat membela Rafael terus dari tadi?"

....

"Tar, udah di siksa lo disana? Gimana rasanya siksaan zina? Panas, ya?" Bukan seperti orang yang berziarah, Tamara bukannya berdoa malah menanyakan hal seperti ini. "Makannya kan, ketemu sekarang balasannya?" Pedas memang omongannya namun bertolak belakang dengan matanya yang sedari tadi sudah mengeluarkan air mata.

Tamara menaburkan bunga yang di belinya, menyiram makan ini dengan air yang dibelinya juga tadi sebelum ke makam. Tamara terisak, tidak menyangka akan di tinggalkan oleh adiknya secepat ini. "Lo jahat Tari! Gue benci sama lo! Benci!" Tamara menumbuk makan Tamari beberapa kali, "hisk..." terduduk sudah Tamara ditanah memeluk batu nisan Tamari.

Faktanya, sejahat apapun Tamari padanya,  Tamara tetap menyayangi adiknya itu dan tidak rela di tinggal pergi seperti ini. Memperlihatkan pada dunia kalau dirinya benci pada sang adik, padahal fakta yang sebenarnya Tamara sangat menyayangi kembarannya itu, adiknya yang sering kurang ajar padanya.

"Lo jahat Tari....."

"Lo rebut semua yang gue punya dan gue inginkan, dan setelah semuanya lo dapat lo malah pergi bukannya menikmati hasil yang lo rebut dari gue. Lo sehat Tar?" Tamara menegakkan tubuhnya. Seolah sedang bertanya pada adiknya Tamara pandangi batu nisan adiknya. "Kalau gitu, sama aja lo gak ngehargai usaha lo sendiri."

"Lo juga gak sayang sama anak lo? Gue tahu, sebejat bejatnya lo, lo juga pasti sayang sama anak lo, buktinya sampai lo bertaruh nyawa buat anak lo. Gue yakin seratus persen, kalau lo masih hidup lo pasti urus anak lo dan didik dia dengan baik." Ibu mana yang mau anaknya menuruni sifat sama dengannya. Sejahat apapun, seburuk apapun, serendah apapun harga dirinya, pasti sangat pasti seorang ibu tidak akan mewariskan sifat sikap jelek itu pada anaknya. Di depan anaknya perilaku itu di kubur dalam dalam. Di depan anak hanya sayap cinta dan sayang yang seorang ibu perlihatkan, juga hanya pancaran kebenaran kasih sayang juga cinta yang terlihat dimatanya.

"Gue pamit, sebentar lagi hujan turun. Maaf atas kata kata gue yang kasar tadi. Doa gue selalu ada buat lo. Tari lo adik yang gue sayangi. Maaf, selama lo hidup gue gak seperti menyayangi lo. Tapi... lo harus tahu, gue sayang sama lo dan gue gak benci sama lo. Gue... bangga punya lo."

...

"Woy duda!"

"Dudaa!!"

Panggilan itu tertuju untuk Rafael yang sedang duduk menikmati kopinya.

Mata bak elang yang sedang mencari mangsa menghunus tajam pada pelaku yang memanggilnya duda. Duda? Status kurang ajar itu! "Sekali lagi lo panggil gue dengan sebutan itu, habis gigi lo!" Gertak Rafael.

Ghana, sang pelaku bukannya takut dengan tatapan juga gertakan itu malah tersenyum meledek, "Lah, emang bener kan lo duda?"

"Anjing!"

Bugh

Awwwsh

Kesabaran Rafael yang dipancing sudah naik kedaratan.

Tak main main dengan ucapannya, Rafael meninju mulut Ghana dengan sekuat tenaga hingga suara retakan terdengar juga hasilnya bibir Ghana bengkak dan berdarah. "Jaga ucapan lo! Gue gak suka di panggil duda."

Mata Ghana berkaca kaca, tangannya menutup bibirnya yang bengkak. Sedangkan Rafael mengusap tangannya yang habis nonjok mulut Ghana, sedangkan Rafi dan Alvin shok melihat adegan barusan, sampai sampai mereka menganga sampai air liurnya hampir neces.

Rafi geleng geleng kepala setelah sadar, "kelakuan dua bapak bapak di luar nalar."

Alvin berbisik pada Rafi "Bapak bapak gak tahu diri ya mereka." Dan Rafi mengangguk mengiyakan.

Hening setelahnya beberapa saat.

"Padahal gue manggil lo karena ada berita besar yang mau gue sampaikan, tapi gak jadi. Keburu mulut gue sakit ngomongnya juga, gigi gue juga rasanya mau pada runtuh." Ghana melengos pergi dari sana setelah mengungkapkan tujuannya. Seperti anak kecil yang merujuk, Ghana pergi dengan menghentakkan kaki juga dengan suara ringisan. Oh jangan lupa, air matanya yang merembes gak bisa di cegah.

"GHAN JANGAN PERGI DULU! BERITA APA WOY?!" Alvin berdiri dari dududknya memanggil Ghana dengan berteriak, malas untuk mengejar Ghana yang hampir mencapai pintu keluar.

Ghana berbalik, "TAMARA.... GAK JADI! KEBURU GAK MOOD GUE!!" setelahnya Ghana benar benar keluar dengan membanting pintu dengan keras hingga suara dentumannya menggema.

Didalam ruangan yang menjadi tempat mereka bertemu itu, dua orang saling pandang sedangkan yang satu menunduk meremas tangannya. Tamara? Apa maksud Ghana membawa nama perempuan yang sangat dia rindukan?

"Gue pulang duluan." Rafael menggaet jaketnya lalu pergi dari sana tanpa menunggu persetujuan.

Lagi lagi Rafi dan Alvin saling pandang dan geleng geleng, "drama lagi."

...

BOLEH SPAM BUAT LANJUT!! JANGAN LUPA VOTE DAN FOLLOW AKUN WP KU YAAA

IG: WP. ANNSFRA04

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang