31. Kenyataan

40 9 3
                                    

Dikamar megah besar itu, sepasang suami istri sedang beradu argumen, lebih tepatnya lagi-lagi sedang saling meluapkan emosi, bertengkar. Semenjak dia pergi, rumah seperti neraka. Hawa panas terus membelenggu, tiada hari tanpa keributan.

"Apakah tidak ada sedikit pun rasa menyesal dari dirimu Diana?.. oh, bukan, kamu bukan menyesal ya.. tapi bahagia?" Adam terkekeh sumbang, matanya menyiratkan kesedihan.

"Ibu macam apa kamu Diana? Apa salah dia? Selama aku hidup sama kamu, aku belum pernah liat dia berbuat dosa besar sama kamu. Belum pernah dia berbuat sesuatu yang sangat patal. Aku tanya, aku Adam bertanya sebagai suami sah kamu. Kenapa kamu membenci dia? Apa alasannya?!" Mata Adam memerah, tangannya meremas pundak Diana, menilik mata Diana yang hanya memandangnya datar.

Adam tidak terima apa yang dilakukan istrinya itu pada Tamara. Harusnya, semarah apapun Diana tidak usah sampai memutuskan hubungan. Dalam tubuh Tamara mengalir darah Diana. Adam sungguh tidak terima dengan tindakan Diana yang dengan entengnya, tanpa berpikir dua kali memutuskan Tamara bukan lagi anaknya. Dan... Entah dimana Tamara sekarang.

Diana menghempaskan tangan Adam yang meremas kedua pundaknya. Mimik wajahnya semakin datar. Berdecih dan membalas tilikan mata Adam "kamu masih tanya salah dia apa? Kamu udah tahu jawabannya mas, kenapa masih bertanya sama aku?!" Diana terkekeh, berdecih lagi. "Dia tidak pernah berbuat dosa sama aku?! Kamu gak inget? HIDUP. KARIER. BAHAGIAKU. PENDIDIKAN. IMPIAN. APA YANG AKU INGINKAN DAN APA YANG AKU CITA-CITAKAN HANCUR GARA-GARA DIA!! GARA-GARA TAMARA!!" mata Diana seketika menyalang dan memerah, menepuk-nepuk dadanya. Dan setiap kata yang terlontar terdapat sebuah penekanan.

"Apa aku harus ceritakan lagi masalalu kita, hah?" Matanya melotot, tangannya terkepal juga dadanya bergemuruh panas. Meledak emosinya.

"Aku benci dengan anak itu karena anak itu yang membuat aku hancur! yang buat aku sakit. Dan aku jijik liat muka jelek nya itu. Dia mirip kamu mas, dalang dari semua rasa sakit aku!"

"Kamu!" Diana menunjuk dada Adam dengan telunjuknya, matanya menyorot kebencian pada Adam. "Dan anak itu. PENYEBAB KESAKITAN AKU!!" Diana mendorong Adam. Menjauhkan dirinya dari laki-laki yang telah menjadi pasangan hidupnya selama delapan belas tahun.

Diana menggeleng, perempuan paruh baya itu sesegukan. Menutup wajahnya dengan telapak tangan. Dadanya naik turun, membelakangi Adam yang tertegun ditempat tidak bisa bergerak atas perkataan istrinya.

Deg!

Adam menegang, mengerjapkan matanya yang mengeluarkan air mata. Adam menggeleng. "Apa maksud kamu?" Adam berjalan pelan mendekati Diana. Ia pegang pundak Diana, membalikkan tubuh istrinya itu hingga kini saling berhadapan. "Katanya kamu usah ikhlas, kenapa di ungkit lagi?" Suara Adam parau. Jika disamakan dengan Diana, dada Adam pun sakit seperti Diana.

"Mas...."

Diana memegang tangan Adam, menggenggamnya. Mata keduanya saling bertubrukan dalam tatapan. "Sebaiknya kita bercerai mas."

.....

18 tahun yang lalu....

Perempuan yang sebentar lagi menyandang gelar dokter menangis sesegukan berjongkok hingga dadanya naik turun. Satu semester lagi ia akan menjadi dokter, diujung namanya akan tertera gelar besar yang membanggakan. Tapi satu alasan membuatnya harus mundur dari apa yang ia cita-citakan itu.

"Diana, kamu masih bisa kuliah, kamu masih bisa berkarier, cita-cita kamu masih bisa terwujud. Anak yang sedang kamu kandung bukan alasan, apalagi penghalang kamu!!"

"Ini semua salah kamu!"

"Iya, ini salah aku. Aku minta maaf Diana. Maaf. Tolong.... Jangan bunuh anak aku..." Adam bersimpuh, memohon pada kekasihnya yang berniat akan membunuh anaknya. "Sayang..."

TAMARA; Ugly and Selfish [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang