"Dasar cewek rendahan, kamu masih nggak sadar diri juga?" balas Emran sinis.
Ah, ini dia wujud asli pria manipulatif ini. Saat marah, sikap Emran berubah seratus delapan puluh derajat. Urna tiba-tiba teringat saat ia mengacaukan salah satu tugas kuliah Emran, hari itu Urna dimarahi habis-habisan. Emran membentaknya seperti saat ini, juga menoyornya seperti yang dilakukannya saat ini.
Lucunya, esok harinya pria itu langsung mengiriminya barang-barang mahal sebagai permintaan maaf.
"Lagi pula, aku tidak berbicara omong kosong, yang aku katakan adalah fak-."
Mata Urna terbelakak. Memang benar kata orang-orang, di saat hidup kita berada dalam bahaya, waktu akan terasa berjalan lebih lambat. Urna tahu ia akan ditampar, tangan besar Emran sudah terangkat dan siap menamparnya. Tetapi badannya tidak mampu bergerak menghindar.
Tangan Emran tiba-tiba ditahan dan dicengkeram oleh seseorang yang separuh wajahnya tertutup masker hitam.
"Aarrggghhhh! Sialan! Siapa lo?!"
"Cuma pejalan kaki yang nggak sengaja lewat," jawabnya santai sambil membetulkan posisi ransel di bahu kiri. Sementara tangan kanannya tetap menahan tangan Emran.
"Nggak usah ikut campur urusan orang!" Emran menghentakkan tangannya keras, melepaskan diri dari cengkeraman pria itu.
"Anda akan melakukan kekerasan, tentu saya tidak bisa diam saja," balas pria bermasker itu sembari mengibas-ngibaskan sebelah tangannya.
"Nggak usah banyak bacot lo!" Dalam sekejap tangan kanan Emran mencengkeram kerah baju pria itu dan tanpa mempersempit jarak ia meninju pipi kirinya. Akibatnya pria itu terhuyung ke kanan, tapi tidak sampai terjatuh. Akibat lainnya, masker pria itu sobek.
"Wah, sialan. Ternyata lo si tukang bunga itu." Emran kembali mengepalkan tangan begitu mengetahui identitas si penggangu. "Ada hubungan apa lo sama Urna? Ini toh sebabnya lo ngacauin bunga pesenan gue."
"Emran! Stop!" pekik Urna berusaha menahan Emran yang kembali mendekati florist itu, namun tangan Urna langsung ditepis oleh Emran.
"Coba jawab!" Ditariknya kerah baju lawannya, mempersempit jarak di antara mereka. Emran menyeringai melihat lawannya itu tidak menjawab apa-apa. Tangan kirinya kembali melayangkan tinju. Namun kali ini, dengan cepat lawannya menarik keras ke atas sikut Emran yang mencengkeram bajunya. Membuat Emran kehilangan keseimbangan dan terjatuh telentang.
"Aaarghhh!"
"Urna adalah korban dan saya adalah seseorang yang menolong korban. Hanya itu hubungan kami," jawab florist itu saat Emran masih mengerang kesakitan.
"Argh sialan! Ke sini lo!" Dengan gusar Emran bangkit berdiri dan berusaha melayangkan tinju lagi. Lagi-lagi targetnya adalah pipi kiri sang florist. Florist itu spontan merendahkan tubuh guna menghindari serangan. Ia langsung meraih lengan Emran yang berada di atasnya, membalik tubuhnya dan membanting tubuh lawannya.
BRUAKK!
Emran mengerang kesakitan, dua kali ia jatuh dengan punggung menghantam tanah. Florist itu berjongkok di samping Emran, lalu membisikkan sesuatu.
"Anda yang memukul saya duluan, jadi seharusnya saya bisa menuntut Anda untuk kasus kekerasan. Terima kasih sudah memberikan bukti kekerasan Anda, jadi mudah untuk saya jika ingin menuntut Anda," ucap florist itu. Ia meringis kecil sambil menunjuk pipinya yang bengkak dan darah kering di sudut bibirnya.
Setelahnya, florist itu bangkit berdiri, kemudian membantu Emran berdiri dan merangkul bahunya.
"Selain itu, kekerasan sudah ketinggalan zaman. Selesaikan masalahmu baik-baik. Seorang Emran Guntoro seharusnya menghindari kasus kekerasan kalau ingin nama Arya Guntoro tetap bersih sampai pameran arsitekturnya diselenggarakan nanti." Florist itu menepuk-nepuk bahu Emran, kemudian berjalan mendekati Urna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asta Urna [ON GOING]
RomanceUrna ingin memutuskan hubungan dari masa lalu dengan sempurna lewat bunga perpisahan dari toko bunga Little Cosmos. Tak disangka, pilihannya itu malah membawanya kepada Asta, sang pemilik toko bunga. Asta yang begitu mengganggu dan menyebalkan, namu...