Chapter 18 - Menolak Menerima

17 4 0
                                    

Helloo semuaa! Merry Christmas buat yang merayakan 🥰

Maaf ya Asta Urna UPnya subuh-subuh. Karena chapter 17 Asta mulai terbuka soal alm. Mamanya, di chapter ini aku bakal nyeritain waktu Mama Asta meninggal 😭

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Habis baca chapter ini, yuk tag aku (bellaregins_) di ig biar aku tau kalau temen-temen baca & bisa aku apresiasi 🤩

Jangan lupa vote & komen setiap paragrafnya biar bisa UP lebih cepet 😗

Happy reading 💕

...

"Asta, kami turut berduka cita," ucap rekan-rekan kantornya. Asta yang sebelumnya duduk langsung bangkit berdiri dan menyalami rekan-rekan kantornya.

"Ibumu sudah ada di tempat yang lebih baik," imbuh salah seorang yang lain.

"Amin. Terima kasih sudah hadir sampai hari ini," balas Asta lalu tersenyum tipis. Hari ini adalah hari di mana ibunya dimakamkan.

Tidak banyak tamu yang hadir, di luar orang-orang yang mengenal ibu Asta selama masih hidup. Tamu lainnya adalah rekan kerjanya di Abiyasa Basil, juga sebagian kerabat dari pihak ibu. Sebagian kerabat lainnya enggan datang karena dahulu sang ibu bersikeras menikah dengan ayahnya, meski mereka menentang pernikahan itu.

Asta juga sama sekali tidak mengenal kerabatnya dari pihak ayah, Asta bahkan sudah tidak tahu di mana ayahnya berada setelah ia dan ibunya kabur dari rumah dua puluh tahun lalu.

"Ambil waktu yang kau perlukan sebelum mulai bekerja lagi. Kami akan menunggu," kata atasannya saat bersalaman dengan Asta.

"Terima kasih, Pak."

"Kalau begitu, kami duluan ya. Sekali lagi, turut berduka cita."

"Terima kasih, hati-hati di jalan. Maaf saya tidak bisa mengantar."

"Tidak-tidak perlu, kau masih harus menyambut tamu lain juga." Rombongan rekan kerjanya kemudian kembali ke kantor dengan mobil minibus perusahaan.

"Asta," terdengar suara yang sangat Asta rindukan. Cepat-cepat ia berbalik ke arah sumber suara itu.

"Oh, bibi." Asta bergumam.

"Setelah semua tamu pulang, maukah Asta ikut bibi ke suatu tempat?" tanya perempuan paruh baya yang Asta panggil bibi. Perempuan itu bukanlah bibi kandungnya, melainkan florist yang bekerja di toko bunga mendiang ibunya.

Asta mengangguk sebagai jawaban.

"Bibi duduklah dulu, nanti kita pergi bersama," katanya sembari menarik sebuah kursi untuk bibinya duduk.

.

.

"Siang, betul Pak Asta?" tanya sang supir taksi online yang menepi di depan seorang pria setelan jas hitam.

Pria itu tak menjawab, hanya menatap kosong ke depan.

"Betul, Pak," jawab bibinya menggantikan Asta. Bibi itu kemudian menepuk lengan Asta, kemudian berbisik, "Ayo, mobilnya sudah datang.".

Perjalanan dari tempat pemakaman menuju tempat yang dituju kurang lebih memakan waktu dua jam. Itu karena makam mendiang sang ibu berada di kampung halamannya dan cukup jauh dari pusat kota.

Sepanjang perjalanan, Asta hanya berdiam diri sementara bibi tertidur kelelahan. Untuk memecah keheningan, sang supir memilih memutar saluran radio.

Suara bising penyiar radio itu hanya membantu supir itu agar tidak mengantuk, tetapi tak mampu mengalihkan Asta dari pikiran yang berseliweran di kepalanya.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang