Chapter 37 - Dante

10 2 0
                                    

Hello semuaa! Apa kabar?? 🙋

Minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin ya 👏

Maaf juga ya karena selama Lebaran, Asta Urna nggak UP 😣

TAPI, makasih banyak yaa karena nungguin Asta Urna UP! 💜💙

Sebelum baca, yuk VOTE DULU ⭐ ⭐ biar aku makin SEMANGAT nulis chapter selanjutnya 😗

Happy reading 💕

...

"Urna! Tahan pintunya!" seru Pak Ketua. Sempat tersentak, namun Urna lekas-lekas menekan tombol untuk menahan pintu lift.

Pak Ketua berlari sekuat tenaga untuk mencapai pintu lift. Tubuhnya yang berisi dan faktor usia membuatnya kepayahan berlari dari pintu utama ke lift yang berjarak sepuluh meter.

"Huft, huft. Terima kasih Urna," katanya begitu ia sampai di dalam lift. "Maaf membuat semuanya menunggu," tambahnya pada penumpang lift yang lain seraya membungkuk kecil.

"Sama-sama Pak. Bapak akan ke lantai berapa?" tanya Urna.

"Lantai sepuluh, Na."

"Baik, Pak."

Urna menekan tombol lantai yang dituju, kemudian terdiam. Meski tampak dekat dengan sang principal architect, sebenarnya Urna bukan tipe yang banyak berbicara dengan sang ketua Mirae Architect ini. Ia lebih banyak mendengarkan ketuanya berbicara tentang apapun.

"Saya dengar proyek Urna yang terakhir sudah difinalisasi," ucap Pak Ketua membuka pembicaraan.

"Ah, betul Pak," jawab Urna.

"Pasti kamu sangat sibuk," sahutnya.

"Itu benar, tapi masih bisa ditangani dengan-"

Ucapan Urna terpotong karena Pak Ketua tiba-tiba mengepalkan tangan kanan dan menepukkannya ke tangan kirinya.

"Oh iya! Tentu saja! Setelah makan siang akan ada interview untuk perekrutan arsitek junior. Urna ikutlah dan pilih mana yang bisa membantu di timmu," katanya dengan bersemangat.

"Saya rasa saya tidak perlu anggota tambahan, Pak," tolak Urna.

"Tetap saja, lihatlah dulu kandidatnya lalu tentukan nanti. Toh sudah jadi tradisi Mirae untuk merekrut arsitek muda berbakat, akan bagus jika dilatih olehmu," jawabnya tanpa memedulikan pendapat Urna.

"Sa-"

Ting!

"Lantai delapan"

"Ini lantaimu Urna. Ingat, setelah makan siang pastikan kamu datang ke ruang interview! Wajib!" ujar Pak Ketua seraya melambaikan tangan.

Ah? Apa yang baru saja terjadi?

Padahal Ketua tahu ia sibuk, tapi malah diminta untuk melatih arsitek bau kencur yang jam terbangnya masih seumur jagung? Aish!

Urna menggelengkan kepala. Ia akan jauh lebih sibuk dari sekarang. Namun dalam hatinya ia bersyukur karena tidak membuat janji apapun setelah jam makan siang.

Jika Pak Ketua sudah memintanya datang, apalagi menambahkan kata "wajib" itu artinya Urna harus benar-benar datang.

"Baguslah," gumamnya seraya menempelkan kartu identitas pegawainya ke mesin pemindai di depan ruang kerja timnya.

"Pagi Bu Urna!" sapa Erina yang baru selesai menyetak draft-nya.

"Pagi," balas Urna singkat.

"Pagi Bu!" Kali ini Janu yang menyapa. Urna tersenyum tipis dan membalas sapaannya.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang