Chapter 23 - Komplikasi

38 4 0
                                    

Helloooww! I'm back with AU Chapter 23!!! 🥰

Ada yang masih nebak-nebak siapa antagonis di cerita ini??? Bisa jadi Asta bisa jadi Urna😭

Btw, siapa yang mau punya pacar kayak Asta? Kalau mau, yang ngevote aku doain bisa punya ayang sebaik Asta deh 😘

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT 😗

Happy reading 💕

...

"Saya harap semua daftar pekerjaan yang saya berikan bisa selesai sebelum hari Senin. Karena hari ini masih hari Kamis, seharusnya sempat. Sa-" ucapan Urna terhenti menyadari ponselnya bergetar di meja. Perhatian timnya pun ikut teralihkan.

Tanpa melihat nama peneleponnya, Urna menekan satu tombol di samping ponselnya lalu melanjutkan penjelasannya seolah tidak terjadi apapun.

"Saya rasa masih ada cukup waktu. Ada pertanyaan?"

Sesi tanya jawab dan diskusi dalam rapatnya memakan waktu satu setengah jam. Selesai rapat, Urna langsung mengasingkan diri ke dalam bilik toilet.

"Ada apa?" katanya begitu nada sambung berhenti berputar.

"Aku danger kamu ambil proyek lagi." Suara kakaknya yang kali ini terdengar sangat berbeda. Ada kekecewaan dan kekesalan yang ditahan dari nada bicaranya.

"Betul."

"Gimana dengan Mama? Kamu tetep bisa jaga Mama meski lagi pegang proyek?" tanya Unaisa masih dengan nada yang sama.

"Soal itu udah kuurus, buktinya sampai saat ini aku masih ngirimin kabar soal dia," balas Urna sambil lalu. Pasti kakaknya mengecapnya tidak bertanggung jawab. Padahal kata "tidak bertanggung jawab" tidak pernah ada dalam kamusnya.

"Siapa yang jaga Mama?"

"Yang pasti dia orang yang aku percaya."

"Siapa yang jaga Mama?" tanya Unaisa lagi. Kali ini dengan nada menuntut.

"Aish, bawel. Kalau mau tau, pulang ke sini dan lihat sendiri." Dengan kesal Urna mematikan sambungan telepon, lalu menjejalkan ponselnya ke saku blazer.

Tangan satunya mengambil sebuah lip gloss dari saku lainnya, lalu memoleskannya di bibir tebalnya.

Kluk kluk. Kluk kluk. Kluk kluk.

Notifikasi pesannya berbunyi berturut-turut.

Pasti kakaknya menyerbunya dengan pesan teks berkali-kali, tebaknya seraya memeriksa pesan yang baru masuk.

"Oh! Ternyata Asta!" batin Urna dalam hati. Oh? Ini aneh, mengapa Urna merasa senang hanya dengan notifikasi pesan dari Asta?

Urna menggigit kukunya menyadari ia senang hanya dengan notifikasi.

"Ah iya, ini pasti karena kenyataannya bukan Kak Unai yang kirim pesan spam," kilahnya dalam hati. Akhirnya Urna bernapas lega.

Ternyata Asta mengirimi beberapa foto. Foto pertama adalah foto selfie Asta dan ibunya. Asta tampak tersenyum lebar yang membuat lesung pipinya terlihat makin jelas. Keduanya memegang setangkai bunga liar yang Urna duga dipetik di taman rumah sakit.

Foto selanjutnya hanya ada ibunya yang sedang duduk menyamping di bangku taman dengan mata tertutup. Tampak menikmati semilir angin sejuk.

Terhitung selama empat hari Asta menjaga ibunya, ia memang selalu mengirimkan foto. Entah hanya foto ibunya yang diambil dengan candid, ataupun foto keduanya ber-selfie. Asta juga pernah mengirimkan foto berdua dengan ibunya yang diambil orang lain.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang