Chapter 6 - Undangan

59 7 1
                                    

"Hahahaha! Gila lo ya!" Gelak tawa menyusul setelahnya, memenuhi restoran makanan cepat saji. Sekelompok mahasiswa duduk mengelilingi dua buah meja yang digabungkan. Ayam dan kentang goreng ditaruh di tengah-tengah meja.

"Minum minum minum!" Sorakan beberapa orang lainnya.

"Gue udah kembung banget nih!" Seorang mahasiswi berusia di awal dua puluhan menepuk-nepuk perutnya yang membuncit.

"Nggak bisa, ayo minum! Lo yang bikin aturan loh!"

"Aish," gerutunya namun tetap mengangkat segelas besar berisi kola, kemudian meneguk separuh isinya.

"Eh, habisin loh!" Seorang teman di sebelah perempuan itu menepuk bahunya.

"Nggak kuat! Tanyain satu pertanyaan lagi deh, kalau gue masih nggak bisa jawab baru gue habisin." Ia berusaha bernegosiasi. Seketika tatapan teman-temannya berubah. Ia bisa merasakan bahwa pertanyaan selanjutnya lebih tidak bisa ia jawab ketimbang pertanyaan sebelumnya. Mereka tampak berunding untuk pertanyaan yang harus dijawabnya.

"Oke! Kita udah nemu pertanyaannya." Mahasiswi itu mengangguk kecil.

"Urna, kali ini lo harus jawab ya!" Teman di ujung mewanti-wanti sambil terkekeh.

"Hahaha, gak janji ah!" jawab Urna jahil.

"Apa ketakutan terbesar lo?" tanya teman di seberangnya sembari tersenyum lebar. Urna terdiam mendengar pertanyaan itu. Pertanyaan yang entah sudah berapa kali ia pikirkan akhir akhir ini.

Melihat ekspresi Urna yang berubah, teman-temannya ikut terdiam. Sepertinya pertanyaan yang barusan mereka ajukan sudah keterlaluan.

"Urna, nggak usah dijawab nggak apa-apa kok," kata salah seorang diantara mereka.

"Mama gue meninggal," jawab Urna.

"Eh?"

"Ketakutan terbesar gue adalah kalau mama gue meninggal." Urna mengulang jawabannya.

...

"Oh, Bu Arsen! Bagaimana rapatnya?" tanya Erina begitu melihat Urna datang.

"Selamat semuanya, desain kita sudah di acc!" jawab Urna seraya mengeluarkan box pizza yang ia sembunyikan. Seketika ruangan tim Urna penuh dengan sorakan anggota timnya.

Pesta untuk proyek pertama tim Urna!

"Kita semua sudah bekerja keras, ke depannya kita akan lebih sibuk karena harus mengawasi proses pembangunannya dan mungkin akan ada proyek baru dalam waktu dekat. Jadi mari kita gunakan waktu ini untuk merayakannya. Bersulang!" Urna mengangkat gelas kertas berisi kola. Anggota tim lain ikut mengangkat gelas mereka masing-masing dan bersulang.

"Mari makaan!" sorak Juna yang sedari tadi paling bersemangat.

"Makan makan," sahut yang lain. Suasana ruang tim Urna yang biasanya serba serius berubah jadi penuh dengan sorakan dan canda tawa.

Tok tok tok.

Semua pandangan langsung teralihkan ke arah pintu.

"Maaf Bu Urna, Ibu dipanggil Pak Ketua." Pak Ketua yang dimaksud adalah principal architect, seseorang yang memimpin para project architect. Begitu mendengar nama Urna dan Pak Ketua disebut, seluruh pandangan beralih ke arah sang project architect.

"Ada apa?" tanya Urna.

"Maaf Bu, saya kurang tahu. Pak Ketua tidak memberi tahu," jawab sekretaris itu.

"Baik, tidak apa-apa. Saya segera ke sana. Terima kasih." Urna bangkit berdiri sambil menepuk-nepuk remah makanan di tangannya ke samping. "Silakan dilanjutkan, saya tidak akan lama," sambung Urna kemudian berjalan keluar ruangan.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang