Holaaa!
Pertama-tama aku mau minta maaf karena udah lama banget hiatus :'(
Setelah kuliah selesai, ternyata banyak problem lain yang harus aku selesaikan dan aku masih perlu menata hidup lagi setelah kuliah selesai.
But, I'm thankful that I can make a comeback!
I present you, Asta Urna Chapter 41 :) Karena udah lama nggak upload, chapter ini aku bikin lebih panjang dari biasanya, yay!
Makasih banyak ya udah setia baca Asta Urna 💜💙
Sebelum baca, yuk VOTE DULU ⭐ ⭐ biar aku makin SEMANGAT nulis chapter selanjutnya 😗
Happy reading 💕
...
"Terima kasih untuk waktunya, Pak." Urna menjabat tangan kliennya.
"Saya juga berterima kasih pada Urna. Urna bisa merancangkan rumah persis seperti yang saya dan istri saya impikan sejak lama," ucap pria berusia sekitar empat puluhan itu seraya mengalihkan pandangannya pada sang istri yang sedang menelepon.
Mereka adalah pasangan yang akan pensiun dini. Mengetahui jumlah kekayaan mereka membuat Urna pening, namun tidak heran. Dengan jumlah kekayaan sebanyak itu, siapapun juga ingin segera pensiun dan hanya menikmati hidup.
Urna jadi ikut memperhatikan istri kliennya, dan ada satu hal yang menarik perhatian Urna.
"Sama-sama, Pak. Ah iya, saya perhatikan, istri Bapak suka bunga ya?"
"Oh, dari mana Urna tahu? Memang istri saya menyukai bunga."
"Saya melihat gelang dan casing ponsel yang dipakai."
Tak lama berselang, sang istri selesai dengan panggilan teleponnya dan kembali ke kursi di samping suaminya.
"Sayang, Urna bisa menebak kalau kamu suka bunga," ucap sang suami.
"Oh, terlalu kentara ya?" balasnya dengan tersenyum malu-malu.
Ini kesempatannya! batin Urna.
"Hahaha, tidak apa-apa. Omong-omong, ibu suka bunga apa?" tanya Urna antusias.
"Saya suka bunga anyelir, bisa dibilang itu seperti bunga ciri khas saya," jawabnya dengan semangat. Pembicaraan mereka seketika berubah menjadi seputar bunga.
"Ah, saya jadi teringat. Saya pernah melihat bunga anyelir berwarna putih dengan garis merah muda di ujung kelopaknya-"
"Di mana?!"
"Eh?"
"Di mana Urna melihatnya?" tanya istri kliennya dengan gusar. Seolah ia harus segera mengetahuinya.
"Di toko bunga seseorang yang saya kenal, sebentar saya cari kartu namanya." Urna segera mengobok-obok isi tasnya dengan senyuman terpatri di bibirnya.
Dapat! ucapnya dalam hati.
"Ini dia kartu namanya." Urna menyerahkan selembar kartu nama toko bunga milik Asta.
"Terima kasih, itu warna anyelir yang langka dan saya sedang mencarinya. Kebetulan macam apa ini, hohoho."
"Syukurlah, saya baru tahu bunga itu langka."
Dalam hatinya Urna bersyukur karena Asta pernah mengatakan bahwa bunga anyelir dengan corak itu memang cukup langka.
"Akhirnya ketemu juga tokonya, istri saya sudah cari kemana-mana. Terima kasih, Urna." Urna mengangguk dengan senyum lebar.
"Sama-sama," balasnya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asta Urna [ON GOING]
RomanceUrna ingin memutuskan hubungan dari masa lalu dengan sempurna lewat bunga perpisahan dari toko bunga Little Cosmos. Tak disangka, pilihannya itu malah membawanya kepada Asta, sang pemilik toko bunga. Asta yang begitu mengganggu dan menyebalkan, namu...