Chapter 20 - Pertama

20 4 0
                                    

Heyoowww! I'm back with AU Chapter 20!!! 🥰

Chapter ini jadi chapter terakhir flashback Asta 2 tahun lalu, satu setengah bulan setelah Mamanya meninggal 😭

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT nulisnya😗 Suka sedih kalau yang vote cuma 1, itupun diriku sendiri 😣

Happy reading 💕

...

"Ta, apapun pergumulan yang lagi lo hadapi. Jangan lupa kalau lo nggak harus melalui sendirian. Ada Tuhan yang bakal bantu lo, dan ada gue juga," ucap Angga sebelum Asta keluar dari mobil.

"Makasih," jawab Asta singkat.

"Sama-sama. Oh, gue lupa ngasih ini." Angga menyerahkan sebuah amplop yang terbungkus plastik bening. Tertulis nama temannya dengan pengantin wanitanya di sampulnya.

"Congrats, bro," kata Asta tulus sambil tetap menatap sampul undangan pernikahan itu. "Gue bakal dateng," sambungnya.

"Thanks," balas Angga sambil tersenyum. Asta pun mengangguk lalu keluar dari mobil. Setelah melihat sahabatnya pergi, barulah ia berbalik.

Ada yang aneh.

Lampu di tokonya masih menyala tapi Nabila tidak tampak. Asta yakin sudah menyuruhnya pulang saat jam kerjanya selesai. Sangat ceroboh kalau ia tidak mematikan lampu sebelum pulang.

Asta mengintip ke dalam toko dari jendela yang tidak tertutup gorden. Astaga! Sepintas terlihat kalau bagian dalam tokonya berantakan. Kertas-kertas bunga berserakan, ia bisa melihat beberapa batang bunga tergeletak di lantai.

Asta menarik serenceng kunci dari saku jaketnya, lalu memasukkannya ke lubang kunci dan memutarnya.

Oh, tidak terkunci? Dengan cepat Asta mendorong pintu kayu itu.

Dug!

"AAAAWWW!"

Asta terlonjak mendengar teriakan itu, spontan pria berambut gondrong itu mundur beberapa langkah dari pintu. Setelah menunggu beberapa detik, karena tidak ada yang keluar dari pintu, Asta mendorong pintu kayu itu sekali lagi.

"Aduh! Aduh sakit!" Perempuan itu merintih sembari mengusap-usap punggungnya.

"Nabila? Kenapa kamu malah duduk di situ?"

"Saya nunggu Pak Asta pulang, terus saya duduk di balik pintu takutnya ada yang masuk," jawabnya sembari merapikan kunciran rambutnya yang longgar.

"Kenapa nggak pulang?" tanya Asta lagi.

"Salah Bapak nggak nitipin saya kunci, saya jadi nggak bisa pulang," jawab Nabila, kali ini sambil mengerucutkan bibirnya.

"Maaf." Asta memang belum pernah menitipkan kunci lantai satu pada Nabila. Itu karena setiap pagi sebelum jam kerja Nabila dimulai, Asta akan turun dan mengambil makanan catering lalu membiarkan pintu terbuka agar Nabila bisa masuk. Lalu setiap malam, ia akan turun lagi untuk menaruh kotak makanan di depan pintu toko untuk diambil lagi oleh pegawai catering sekalian mengunci pintu.

"Ya udah, dimaafin."

Asta tertawa kecil melihat tingkah pegawainya itu. Ekspresinya mudah terbaca lewat tindakan dan nada bicaranya. Sekarang saja perempuan itu kembali duduk lesehan di lantai, melanjutkan kegiatannya yang diinterupsi Asta.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang