Chapter 32 - Benih Keraguan

21 3 0
                                    

YAAAYYYY! 👏🥳 HELLO SEMUAAA!

I present you chapter 32 👏

Di chapter ini, aku mau nunjukkin gimana rumitnya hubungan di usia yang orang-orang bilang udah nggak muda lagi 😭

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT 😗

Happy reading 💕

...

"Aku, sebenarnya udah nyiapin banyak banget pertanyaan buat kita jawab," jelas Urna. Dari nadanya, sangat jelas terdengar kalau Urna bersemangat dan betul-betul menyiapkannya.

"Woah, ada berapa banyak?" tanya Asta penasaran.

"Hmmm." Urna menggerakkan jarinya ke atas. "Sekitar lima puluh?"

"Wah, sangat totalitas," komentar Asta jujur.

"Sebagian pertanyaan sepertinya kurang penting," gumam Urna.

"Kalau Urna mau menanyakannya, berarti itu penting. Nggak masalah, apa yang penting buat Urna penting juga buatku," jawab Asta seraya tersenyum. Meyakinkan Urna untuk mengurungkan niatnya menghapus beberapa pertanyaan yang sudah dibuatnya.

"Oke oke, aku udah pilah mana yang mau kutanya duluan. Asta siap?"

"Tiba-tiba aku ngerasa deg-degan seperti waktu dulu interview kerja," jawab Asta sembari menyentuh dada kirinya.

"Hahaha, tenang-tenang. Minum air dulu." Urna terkekeh lalu menggeser gelas Asta yang masih terisi setengah. Asta lalu meneguk isinya sampai tersisa seperempatnya.

"Oke, pertanyaan pertama. Apa hal yang Asta suka dariku? Jangan hanya memuji, tapi apa yang betul-betul Asta suka. Aku juga akan jawab pertanyaan ini."

"Hmmmm. Aku suka Urna yang bukan hanya berbakat tapi juga bekerja keras dan konsisten."

Pujian Asta yang terdengar tulus spontan membuat Urna tersipu.

"Kubilang jangan hanya memuji," protes Urna.

"Aku memang belum selesai. Urna tahu kalau aku suka tiba-tiba role play seperti seorang pelayan kafe, atau pembeli lukisan seperti di kafe waktu itu. Aku suka karena Urna tidak menganggapku aneh dan bahkan bisa ikut play along."

Urna mengangguk-angguk. "Lalu-lalu?"

"Hmmm, Urna pandai menempatkan diri dan sangat logis," tambah Asta.

"Lagi-lagi?" Tanpa sadar Urna jadi ingin dengar lebih banyak.

"Cantik, pintar, pandai menabung, tidak boros, jujur, bertanggung jawab, bisa bekerja di bawah tekanan," jawab Asta yang malah terdengar seperti kriteria lowongan pekerjaan.

"Asta! Serius ih!" protes Urna yang sudah berharap banyak.

"Hahaha, tapi itu bener kan? Ayo gantian dong jawabnya."

"Dasar!" Urna mengangkat tangannya yang terkepal seolah akan menjitak kepala Asta. Namun tentu saja hal itu tidak dilakukannya.

"Kalau yang aku, aku suka karena Asta orang yang tenang dan nggak cepat marah. Waktu mantanku datang, waktu aku dan ibuku sakit juga."

"Ooohh, aku mengerti perasaan Urna tadi. Ayo lagi, apa yang Urna suka dariku," respon Asta dengan senyum lebar dan lengannya yang tersilang di atas meja.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang