Chapter 27 - Kencan Pertama (2)

14 4 0
                                    

Hey hooo semuaa! I'm back with chapter 27!! 🥰

Karena telat UP 2 hari, chapter ini kubuat lebih panjang 😀

Akhirnya mereka mulai ngedateee 😍 Ikut seneng!!

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT 😗

Happy reading 💕

...

"Urna mau teh manis atau teh tawar?" tanyanya.

"Teh manis," jawabnya sambil tersenyum seperti rasa teh yang dimintanya. "Pukul berapa sekarang?" tanya Urna sambil mengangkat tangan kirinya, namun ia baru sadar kalau ia tidak bawa jam tangan.

Asta mengetuk layar ponselnya.

"Pukul empat lewat sepuluh. Ada apa?"

"Oh, aku ingin melihat sunset."

"Masih ada cukup waktu, bagaimana kalau kita mengobrol dan makan sambil menunggu sunset?" tawar Asta seraya menaruh gelas teh Urna.

"Ide bagus, kebetulan aku mulai lapar." Mendengarnya, Asta bergegas membagi dua nasi goreng yang masih panas dari katel ke piring.

"Sepertinya sudah lama sejak aku bisa bernapas sebentar," gumam Urna sembari mengaduk nasi gorengnya.

"Selama ini Urna nahan napas?" pekik Asta dengan mimik wajah lucunya.

"Bukaan!"

"Hahaha, aku bercanda. Jangan terlalu memaksakan diri, kadang istirahat sebentar juga perlu."

"Iya. Terima kasih sudah menyiapkan semuanya hari ini," balas Urna.

"Bukan masalah, aku senang kalau Urna senang."

"Omong-omong, kenapa Asta suka berkemah?" tanya Urna kepo.

"Karena rasanya seperti aku bisa bernapas sebentar?" jawab Asta dengan pertanyaan lagi. Namun jawabannya serupa dengan perkataan Urna sebelumnya.

"Selama ini Asta nahan napas?" respon Urna sengaja meniru perkataan Asta sebelumnya. Wanita berambut kuncir kuda itu terkekeh karena berhasil mengejek Asta.

"Haha, pinter ya ngikutin perkataan aku tadi." Asta ikut tertawa.

"Kita bahas yang lain saja," ucap Urna kemudian.

"Pekerjaan? Oh, bagaimana kalau teman? Siapa saja teman Urna?" Asta memajukan kursinya lebih dekat ke arah Urna.

"Hmmmm." Urna malah sibuk mengunyah makan sorenya. Meski di dalam kepalanya ia berpikir keras memikirkan nama orang-orang yang pantas disebut teman.

"Mungkin Asisten Isa?" jawabnya kemudian.

"Terdengar seperti rekan kerjamu?"

"Maksudku Kapisa. Namanya Kapisa, mungkin karena terlalu sering berkomunikasi sebagai rekan kerja, aku sering lupa kalau awalnya kami berteman baik."

"Bagaimana dengan teman pria?" tanya Asta lagi.

"Asta akan cemburu kalau aku memilikinya?" goda Urna.

"Tidak tidak, aku hanya ingin mengenalnya," sahut Asta salah tingkah.

"Aku tidak punya banyak teman pria semasa kuliah karena mantanku sangat posesif. Aku pun baru putus dengannya beberapa tahun lalu. Setelah putus malah tidak ada waktu untuk kenalan sana sini."

"Hebat juga," komentar Asta. Mendengarnya Urna agak tersinggung, apa yang Asta maksud dengan hebat itu?

"Hebat apa?" tanya Urna dengan nada kesal.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang