Chapter 29 - Kencan Kedua (2)

21 3 0
                                    

SURPRISEEE! 👏🥳

ASTA URNA DOUBLE UP YAYY!!

Biar nggak kagok dengan ke-uwu-an mereka berdua, aku langsung ngebut ngelanjutin kencan kedua mereka 🥰

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT 😗

Happy reading 💕

...

BRUK!

Urna merasakan tubuhnya menimpa sesuatu. Tepatnya seseorang.

"U-Urna?!" tanya Asta tergagap. Butuh beberapa detik untuk Urna menyadari apa yang terjadi.

Cepat-cepat Urna berusaha bangun.

"ASTAGA!!"

Urna mengerjap-ngerjap. Memastikan semua reseptor inderanya bekerja dengan benar.

"Astaaa! Pakai baju dulu!" pekik Urna panik. Cepat-cepat Urna berlari ke dapur.

Asta hanya memakai celana training berwarna abu-abu, sementara bagian tubuh atasnya tidak ditutupi kain apapun.

"Ya Tuhan." Asta langsung menutup pintu.

Urna memukul-mukul pelan kepalanya, berusaha mengenyahkan semua memori yang baru saja ia dapatkan.

Aish! Ingin rasanya ia melupakan kejadian sepuluh detik lalu.

Spontan pipi Urna memerah.

Masih terasa di lengannya, suhu tubuh Asta yang sangat panas. Samar Urna juga masih ingat bau keringat Asta. Tentu saja karena demam pasti Asta akan berkeringat.

Hidungnya kini mencium aroma lain.

"ASTAGAA!" jerit Urna.

Urna cepat-cepat lari ke dapur begitu melihat masakannya gosong. Begitu kompor berhasil dimatikan, Urna terduduk lemas di lantai.

Masakannya gagal total. Ditambah ia merusak panci Asta.

Cklik.

Urna menoleh ke kamar Asta. Wajah Asta sangat jelas menggambarkan wajah orang sakit.

"Kenapa Urna di bawah?" tanyanya dengan nada khawatir. Asta bahkan lupa kata-kata yang ia siapkan untuk meminta maaf pada Urna terkait janji kencan mereka yang gagal.

"Aku minta maaf," gumam Urna.

"Aku yang harusnya minta maaf! Aku sudah buat kencan yang Urna siapin susah payah jadi gagal." Asta ikut terduduk di depan Urna. Pria itu sudah berganti pakaian dengan kaos lengan panjang berwarna hitam.

"Bukan, bukan itu. Maaf karena panci Asta gosong," cicit Urna. Sekali lihat pun Urna tahu kalau peralatan memasak milik Asta mahal.

Meski tidak sulit bagi Urna untuk mengganti panci itu, tetapi Urna takut kalau Asta memiliki sentimen khusus terhadap alat memasaknya.

Asta melongo.

"Urna, nggak apa-apa! Itu cuma panci," jawab Asta berusaha meyakinkan Urna kalau itu bukan masalah besar.

"Aku benci Asta," gumam Urna tiba-tiba.

"Hah? Kenapa?" Asta panik. Bukankah masalah panci sudah selesai?

"Kenapa Asta tidak mengabari dari pagi. Aku panik, kesal juga karena rencanaku batal. Kenapa Asta nggak bilang kalau lagi sakit? Harusnya bilang dari kemarin, kencannya bisa diundur kalau aku tahu lebih dulu!"

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang