Chapter 33 - Pengakuan

13 4 14
                                    

HEEEYYY HOOOWW EVERYBODDYYY!!

Ini dia CHAPTER 33 👏

Makasih banyak mau nungguin Asta Urna UP! 💜

Sebelum baca, yuk VOTE DULU (pencet tanda bintang) biar aku makin SEMANGAT 😗

Happy reading 💕

...

Urna segera mendekati Asta yang terduduk di lantai karpet, memegangi betis kanannya.

"Asta! Kamu nggak apa-apa?" tanya Urna khawatir. Cepat-cepat ia menarik bagian bawah celana jeans Asta, agar bisa mengompres area bekas lukanya dengan sapu tangan yang Urna basahi dengan air mineral.

Itu apa? tanya Urna dalam hati. Urna belum pernah melihat bekas luka seperti itu, dan ia yakin kalau bekas luka itu bukan karena tumpahan sup tadi.

Asta segera menempelkan sapu tangan di tangan Urna lalu menarik jeansnya guna menutupi bekas luka yang Urna lihat.

"Saya nggak apa-apa, mbak," ucap Asta pada pelayan itu. Dengan bantuan Urna, pria itu bangkit berdiri.

"Kita pulang dulu, Na. Aku punya salepnya di rumah. Jangan khawatir, aku nggak apa-apa," kata Asta menenangkannya. Tangan kanannya mengusap-usap kepala Urna.

"Oke," jawab Urna pelan.

"Asta, aku aja yang nyetir," kata Urna di perjalanan mereka menuju mobil.

"Urna, it's not a big deal. Kakiku udah nggak sakit, kok," tolak Asta seraya menggoyang-goyangkan kaki kanannya.

"Tapi tetep aja, tadi kaki kamu melepuh karena supnya."

"Kakiku melepuh bukan karena itu."

"Kalau gitu karena apaa?!" Urna makin ngegas.

Dalam pikirannya ia mengeluhkan pria yang gengsinya selangit. Apa sulitnya menerima bantuan dari wanita? Padahal itu kan tidak membuat mereka jadi lebih rendah?

"Aku kasih tau setelah kita sampai di rumah. Sekarang, ayo masuk mobil dulu," jawab Asta seraya membukakan pintu mobil di sisi kiri.

Sambil cemberut, akhirnya Urna masuk ke kursi penumpang. Asta kemudian menutupnya, dengan langkah sedikit terpincang, Asta berjalan ke sisi kanan mobil dan duduk di kursi pengemudi.

"Na, jangan cemberut terus dong," bujuk Asta sembari berusaha bermimik wajah imut.

"Nggak mempan," balas Urna lalu menyilangkan lengan di dada.

"Aku harus apa dong?" Asta masih belum menyerah membujuk Urna.

"Gantian nyetir?" usul Urna. Silangan tangannya sedikit melonggar, menunjukkan kalau ia sedikit terbujuk.

"Selain itu," tolak Asta.

"Ya udah," sahut Urna kembali mengeratkan silangan tangannya.

"Kita udah deket rumah, kagok kalau gantian, Na," jelas Asta.

"Hmm," sahut Urna ala kadarnya.

"Aduh, lucunyaaa." Kali ini Asta menggoda Urna agar ngambeknya mereda.

"Apanya yang lucu?" balas Urna jutek.

"Kamu," balas Asta singkat. Spontan, Urna tersipu dengan jawaban Asta. Mau tidak mau ia luluh. Meski dalam hatinya Urna merasa kalau tidak seharusnya ia luluh dengan sikap Asta.

Sementara itu, Asta tersenyum tipis melihat Urna yang tidak lagi ngambek.

Ia bukannya tidak ingin menerima bantuan Urna, ataupun menolaknya karena harga diri.

Asta Urna [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang