Encounter

65.7K 2.7K 151
                                    

Namanya Plan B.

Sebuah creative agency skala menengah di wilayah ibukota Jakarta. Menurut filosofinya, agency ini dinamai Plan B karena apabila planning pertama gagal, maka masih banyak planning-planning lainnya yang bisa dijadikan backup. Istilah sederhananya sih, nggak bakal ada kata gagal seandainya klien memakai jasa dari agensi ini.

Yah, profil perusahaannya cukup menjual lah ya untuk menarik minat klien dan menghasilkan pundi-pundi uang. Buktinya sampai saat ini, terhitung hampir setahun, Plan B berhasil memenuhi kebutuhan Sabrina. Mulai dari sewa apartemen layak huni, pakaian bermerk, sampai asupan kopi dan checkout barang tidak penting di aplikasi orange.

Mungkin itu juga yang membuat Sabrina belum kepikiran buat pindah ke tempat lain meski kadang-kadang ada aja kerjaan yang kayak tai. Iya, kayak tai. Revisi berkali-kali, dikejar deadline, diomelin klien, sampai jadi palugada pun pernah dijalani sama Shabrina. Pokoknya pahit-pahitnya kerjaan tuh udah dicicip semua sama dia.

Tapi namanya juga hidup ya, tsay! Kalau nggak ada kecut-kecutnya nggak asik. Lagian, Sabrina cukup realistis. Dia butuh duit. Itu aja sih.

Cewek itu sampai di kantornya sekitar jam sembilan kurang lima menit. Berbarengan dengan Adam yang baru saja selesai fingerprint. Cowok itu meliriknya, secara terang-terangan memberikan pandangan meledek.

"Vibes abis gajian tuh beda banget ya? Pagi-pagi yang disamperin udah Starbucks aja."

Padahal dia sendiri menjinjing Corkcicle baru yang harganya setara dengan uang makan dua minggu. Benar-benar cerminan dari budak korporat fomo.

"Woiya jelas! Kalau kata Bunda Corla, buat apa kerja kalau nggak bisa makan enak?"

"Awal bulan doang Starbucks. Nanti tengah bulan Kopi Kenangan, akhir bulan kopi sasetan." Kasa menyambar obrolan begitu dia tiba. Berbeda dengan Sabrina yang rambutnya masih lepek, rambut Kasa sudah tertata rapi kayak habis dari salon.

Heran deh, padahal jarak dari rumah Kasa ke kantor tuh sekitar satu jam kalau naik kendaraan pribadi. Bisa-bisanya cewek itu tampil rapi.

"Namanya juga siklus kehidupan. Kadang di atas, kadang di atasnya lagi."

"Yang bener tuh hari ini di atas, besok terjun bebas."

"Dam, lo harus tau kalau ucapan itu adalah doa. Gue mau ngomong yang bagus-bagus aja biar hidup gue namaste."

"Lagak lo. Giliran akhir bulan aja dari anjing sampai babi lo absenin satu-satu."

"Ya, itu kan—"

"Apa? Apa???"

"Emang kek ada anjing-anjingnya." Sabrina mendengus. "Sama kayak lo semalem. Gue revisi konten, lo enak-enakan tidur. Makan tuh revisian gue di deck. Awas aja kalau desainnya nggak sesuai sama brief."

"Waduh, ini Adam Handaru. Desain bikinan gue adalah masterpiece!"

"Gue butuh bukti, bukan omong kosong."

"Anjir, kayak kenal gue." Adam terkekeh. "Itu kan kata-kata legend-nya Si Naka."

"Yoi, harusnya ditempel nggak sih di dinding kantor? Dijadiin quotes of the day sepanjang tahun."

"Nggak perlu ditempel. Nanti juga lo bakal sering denger kata-kata itu lagi." Kasa gantian menempelkan telunjuknya pada fingerpint begitu giliran Sabrina selesai.

"Orangnya udah di Connect+"

"Balik lagi."

"Hah?"

"Iya, Naka balik lagi ke Plan B." Kasa melipat tangannya di dada. "Lo nggak tau?"

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang