Beban hidup Naka sedikit berkurang setelah dia berhasil mengamankan Adam di unit apartemen cowok itu. Tentu dengan bantuan sekuriti yang bersedia turut memapah Adam ke kamarnya, juga Kasa yang secara tidak terduga mengiriminya pesan berisi bocoran password unit apartemen Adam dan Sabrina.
Sekarang PR terberatnya tinggal Sabrina. Gadis itu terus meracau selama perjalanan menuju unitnya. Kadang mengomel, kadang serius sendiri menghitung kancing kemeja yang dipakainya dalam Bahasa Inggris lalu dia akan tertawa seperti orang sinting.
Naka harus banyak-banyak menyabarkan diri mendengar racauan gadis itu. Tapi sepertinya Sabrina memang suka menguji kesabarannya yang setipis tisu. Baru juga berhasil masuk ke unitnya, Sabrina sudah membuat ulah.
"Nggak usah sok-sokan mau jalan sendiri lah. Nanti kepalanya kejedot nangis."
"Nggak yaaa.." Sabrina berbalik dengan tubuh yang sempoyongan. Matanya yang sudah sayu itu menyipit sinis pada Naka. Malah jarinya masih sempat-sempatnya menunjuk cowok itu. "Lo yang bakal nangis dalam penyesalan karena udah nolak gue."
"Gue nggak pernah nolak lo."
"He'eh, ngomong sama tembok," sahut Sabrina. Jari-jarinya santai sekali membuka kancing demi kancing dari kemeja yang dia pakai—kemeja Adam sih sebenarnya. Sabrina belum sempat mengganti pakaian kerjanya ketika Kasa membawanya pergi ke Silver Crown. Pun begitu, gerak-geriknya yang begitu santai berhasil membuat Naka menggeram.
"Shabby,"
"Apa?"
"Don't you dare to unbotton your shirt."
"Lepas ahh." Sabrina malah ketawa. Suaranya terdengar begitu mengejek di telinga Naka. "Lo juga nggak bakal napsu liat gue telanjang."
Did she really think I am gay?
Naka mendengus namun dengan sigap menahan tangan Sabrina untuk menghentikan aksi gadis itu melepas tiga kancing terakhir yang masih terpasang rapi di badannya.
"You will never know."
"I know you."
"You don't." Naka menatap tajam, tiba-tiba dibuat kesal. Harusnya Sabrina merasa gentar tapi gadis itu malah membalas tatapan Naka seolah peringatan dari cowok itu bukan apa-apa untuknya.
"I know you." Sabrina masih saja ngotot "You are gay," desisnya.
"I am not."
"Yes, you are."
"I can kiss you right here. At this moment. Don't play with me."
"Then do," balasnya.
"Don't try me, Shabby."
"Kenapa? Nggak bisa, kan?" Sabrina terkekeh sumbang. Dia menarik diri menjauh dari Naka. Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak. Sinting sekali memang pengaruh alkohol. Satu detik dia dibuat tertawa seperti orang gila, detik berikutnya dia bisa menangis tersedu-sedu seperti orang yang habis dikhianati seratus kali. "It's not me who play with you. It is YOU who play with me."
Sabrina tidak membenci Naka karena cowok itu menolaknya. Dia hanya merasa malu untuk kembali berhadapan dengan Naka. Di tengah rasa malu itu, Naka justru kembali muncul dengan semua perlakuan dan kata-kata manisnya. Cowok itu... apa tidak ingat kalau dia sudah menolak Sabrina?
Apa dia tidak pernah berpikir bagaimana perasaan Sabrina sekarang?
Atau... bermain-main dengan perasaan seseorang memang semenyenangkan itu bagi Naka?
Sabrina berpaling. Rasa-rasanya, dia sudah cukup berurusan dengan Naka. Tubuhnya lelah. Kesadarannya tinggal berapa persen lagi. Dia butuh istirahat. Namun baru dua langkah dia berjalan, Naka kembali menariknya. Satu tarikan keras yang cukup membuat tubuhnya menabrak dada bidang Naka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Ficción GeneralSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...