Act 40

17.4K 1K 55
                                    

Adam keluar kamar setelah dia mendapat telepon dari pihak lobi. Matanya melotot begitu dia melihat Naka berniat memanjat pagar pembatas di balkon.

Rupanya, di bawah sana orang-orang sudah pada heboh. Mereka mengira ada yang berniat bunuh diri dengan melompat dari ketinggian. Adam sampai bingung harus menarik turun Naka dulu atau membuka pintu apartemennya yang terus-terusan diketuk dengan tidak sabaran. Tapi persetan dengan pintunya, keadaan Naka lebih mengkhawatirkan.

Adam langsung melesat dan menariknya turun. "Lo apa-apaan ege!" semburnya marah.

"Mau ambil bulan. Kata Shabby, gue bakal dimaafin kalo gue bisa kasih dia bulan."

"Ya Tuhan!" Belum sempat Adam mengelus dada, Naka sudah berniat memanjat lagi. Buru-buru dia menahan tubuh temannya itu.

"Jangan tahan. Mau ambil bulan." Naka melompat-lompat kecil. Tingkahnya itu membuat Adam sakit kepala.

"Nggak usah gila!" hardiknya. Adam buru-buru mengeluarkan mengeluarkan hape untuk menghubungi Sabrina.

"Ha—"

"LO ABIS APAIN NAKA?!" Adam langsung memberondong tanpa membiarkan Sabrina mengucap halo. Gadis itu sampai terlonjak kaget mendengar suara Adam yang tiba-tiba meninggi.

"Nggak gue apa-apain!"

"Terus kenapa bocahnya mau manjat balkon buat ambil bulan?!"

"Gue nggak—THE FUCK, HE DID?!" Sabrina syok berat di seberang sana. Dia baru ingat dengan ucapan asalnya.

"Iye! Lo liat noh di bawah, orang satu gedung pada heboh gara-gara kelakuan cowok lo. Dikira mau bunuh diri," ucap Adam menggebu-gebu.

Sabrina langsung berlarian ke balkon untuk melihat keadaan di bawah sana. Betulan ramai ternyata.

"Gue nggak mau tau pokoknya lo ke sini sekarang!"

"Nggak mau." Sabrina mencicit.

"Cepet! Dia mabok begini gara-gara lo yaanjir, bocahnya udah mau manjat lagi. Gue nggak bisa megangin dia sendirian." Adam misuh-misuh diiringi umpatan. "Jangan sampe lo gue musuhin seumur hidup gara-gara nggak dateng!"

Usai memutus sambungan teleponnya dengan Sabrina, Adam menengok sedikit ke bawah masih dengan memegangi Naka yang sewaktu-waktu bisa nekat. "MBAK, MAS, AMAN KOK AMAN! TEMEN SAYA LAGI MABOK AJA. MAAF UDAH BIKIN KERIBUTAN," teriaknya penuh rasa malu. Tapi apalah daya, dari ketinggian begini, suara Adam hanya sayup-sayup terdengar.

Dia stress sendiri mendengar pintu apartemennya terus diketuk-ketuk dari luar. Pasti itu dari pihak keamanan.

Susah payah, Adam menyeret Naka masuk. "Lo mau dimaafin Bina kan? Duduk di sini mantep-mantep. Tunggu sampe dia dateng."

"Bulannya?"

"KAGAK ADA BULAN-BULANAN!" Adam berseru kesal. Dia menunjuk Naka dengan jarinya. "Tunggu di sini," ucapnya sekali lagi.

Adam segera melesat untuk membuka pintu. Ada Pak Catur dan satu sekuriti lain yang biasa berjaga di lobi.

"Mas, ada apa ya? Di balkon tadi kayaknya ada yang mau lompat," tanya Pak Catur was-was.

Adam meringis malu. "Anu, Pak, temen saya lagi mabok tapi aman kok, aman. Kalo mau liat keadaannya boleh masuk dulu. Maaf banget udah bikin kegaduhan malem-malem begini tapi bisa saya pastiin yang tadi itu bukan percobaan bunuh diri kok."

"Kita cek dulu nggak apa-apa ya, Mas. Buat mastiin aja," ucap Pak Catur.

"Oh iya, silahkan-silahkan." Adam mempersilahkan mereka masuk. Untung apartemennya rapi coba kalau berantakan? Bisa dikira ada yang stress betulan di dalam sini.

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang