Jangan lupa votenya ya sayang-sayangku. Mari kita saling menghibur. Thank you, happy reading and happy new year!
Semoga 2024 berjalan dengan baik buat kita semua 🥰🥳🥳*
*Unit apartemen Sabrina masih senyap saat Naka datang. Wajar sih, ini masih pukul enam pagi. Sabrina biasa bangun setengah tujuh. Jarak kantor dan apartemennya yang dekat merupakan sebuah previlese yang membuat gadis itu bisa berleyeh-leyeh lebih lama di atas kasur.
Naka tidak bermaksud mengganggu waktu istirahat gadisnya. Dia hanya ingin berpamitan karena pesawatnya akan berangkat pagi ini. Pak Chandra tiba-tiba mengajaknya ke Surabaya untuk pitching dengan seorang klien yang berasal dari pemerintahan.
Biasanya, masalah pitching begini ditangani oleh Bang Tama, anak-anak AE, dan tim terkait. Tapi berhubung klien mereka merupakan kenalan Pak Chandra, jadi bosnya itu sengaja terjun langsung—sekalian bertemu teman lama katanya. Bang Tama tidak bisa menemani karena ada urusan lain. Jadilah Naka yang diseret untuk ikut serta. Ketika ditanya kenapa, jawaban Pak Chandra hanya,
"Gue cuma kepikiran nama lo. Jadi tiket pesawatnya dipesenin Jia atas nama lo sama gue."Seenteng itu jawaban Pak Bos mereka.
Naka belum sempat bilang apa-apa pada Sabrina soal keberangkatannya ke Surabaya. Kemarin kerjaannya menumpuk. Baru teringat saat tengah malam. Naka sudah mengirim chat tapi Sabrina tidak membalas, mungkin karena sudah tidur. Makanya dia mendatangi gadis itu pagi ini.
"Sayang," Naka mengusap pelan bahu Sabrina. Gadisnya itu menggeliat. Posisi tidurnya sudah tidak lagi membelakangi Naka. Kesempatan itu dipakai Naka untuk membelai pipinya. "Bangun dong. Aku mau pamit."
"Kemana?" Sabrina menyahut serak. Matanya masih ngantuk berat tapi dia sadar kalau yang sedang berbicara dengannya adalah Naka.
"Surabaya nemenin Pak Chandra pitching sama orang pemerintahan. Gubernur mereka pengen akun media sosial Dinas-Dinas mereka aktif dan bekerja secara optimal."
"Hari ini?"
"Pagi ini," koreksi Naka. Sabrina mengerang. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka mata sepenuhnya.
"Harus kamu banget ya?" gumamnya lirih. "Biasa Bang Tama."
"Nggak tau, tiba-tiba diajak."
"Kebiasaan deh palugadanya." Gadis itu bangkit dengan lesu lantas merentangkan tangannya dan bergelayut di leher Naka. Tubuhnya merapat ke dalam peluk cowok itu. "Gonna miss you."
"Me too." Naka membalas peluknya. Bibirnya mengecup bagian belakang telinga Sabrina. Menghirup dalam-dalam wangi yang mungkin akan dirindukannya nanti. "Selama aku nggak ada jangan bandel."
"Nggak bandel." Sabrina bersungut. "Berapa lama sih kamu di sana?"
"Kamis aku pulang," jawab Naka. Dia mengusap punggung Sabrina naik turun. "Jangan minum-minum apalagi sama cowok. Aku marah beneran."
"Tergantung. Kalau stress?" Sabrina hanya bercanda ketika bilang begitu. Belakangan ini suasana hatinya bagus. Jarang suntuk. Mungkin karena ada Naka di sekitarnya.
"Telepon aku. Nanti aku dengerin sampai kamu puas."
"Kalau aku bilang kamu nggak boleh pergi?" Sabrina mengurai peluknya dari tubuh Naka. Lengannya masih bergelayut di leher cowok itu.
"Kamu berani nggak bilang langsung ke Pak Chandra? Aku sih nurut kamu aja."
Sabrina memberengut. Mana berani dia bilang begitu sama Bos Besar. Menolak titah dari Bang Keenan dan Bang Tama saja dia sungkan. Apalagi ini Pak Chandra. Benar kata Bella, mereka hanya sekumpulan cungpret alias kacung kampret.

KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Ficção GeralSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...