Hari Sabtu.
Adam sudah janjian dengan Giandra di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari kantor Plan B. Cowok itu tiba duluan tapi tidak berhasil menemukan meja untuk mereka karena pengunjung kafe yang ramai. Mungkin karena ini Sabtu sore jadi orang-orang pada berlomba keluar rumah untuk menyambut malam minggu.
Karena tidak ada satupun meja yang tersisa di dalam, Adam akhirnya memilih meja di smoking area. Tempat itu sebenarnya agak kurang nyaman untuk dipakai bekerja. Banyak cowok-cowok yang ngerokok dan ngevape. Tapi apa boleh buat?
Adam tidak punya pilihan lain.
Selang setengah jam kemudian, Giandra muncul. Kehadiran gadis itu nyaris membuat Adam tersedak kopinya. Dia kontan batuk-bantuk. Entah karena kaget melihat gadis itu turun dari mobil Mercy keluaran terbaru atau kaget karena melihat penampilan gadis itu yang memakai rok pendek putih dipadu dengan blouse see through berwarna serupa.
Apapun itu, Giandra santai saja masuk ke dalam kafe sembari menggendong kucing jenis Ragdoll yang dia dandani dengan topi rajut lucu berbentuk bunga matahari. Ah iya, cafe ini pet friendly. Beberapa pengunjungnya ada yang membawa hewan peliharaan juga. Tapi pertanyaannya adalah... mana editor yang disebut-sebut oleh Giandra itu?
Gadis itu hanya datang sendiri. Masa iya editor yang dia maksud adalah kucing gembrot yang lagi dia gendong?!
"Udah lama ya? Sori banget tadi gue abis jemput Timmy grooming. Taunya di jalan macet."
"Timmy tuh kucing?"
"Iya, masa manusia yang di-grooming."
Adam menipiskan bibirnya dalam sebentuk garis lurus. Jadi satu setengah jamnya yang berharga ini dihabiskan hanya untuk menunggu kucing gembrot bernama Timmy selesai dari salon?
"Terus editor lo kemana?" Adam masih berusaha sabar. Dia menyingkirkan backpack-nya dari atas meja gara-gara Timmy melompat duduk di sana. Kucing itu sibuk menjilat-jilat bulunya sekarang.
"Dia nggak bisa dateng gara-gara keluarganya ada yang hajatan hari ini. Gue juga baru tau. Dia ngabarin mendadak. Untuk itu, gue minta maaf banget."
"Dia nggak bisa dateng terus ngapain kita di sini?"
Giandra nampak tidak enak hati. Dia tau betul kalau dia yang salah. "Karena udah terlanjur janjian. Gue nggak enak mau ngebatalin. Anggap aja hari ini kita ngobrol-ngobrol santai. Kopi di sini enak kok."
Ngobrol-ngobrol santai?
Apa Giandra tidak tau kalau Adam telah merelakan jam tidur siangnya yang berharga hanya untuk menemui gadis itu sore ini? Belum lagi di jalan dia harus macet-macetan.
"Gia—"
Gadis itu tersedak asap. Batuk-batuknya membuat Adam menelan lagi kata-kata kesal yang hampir menyembur dari mulutnya.
"Ada meja kosong tuh kayaknya. Pindah aja ke dalam," ajak Adam. Cowok itu menyuruh Giandra pergi duluan selagi dia membereskan laptop juga barang-barangnya yang lain.
Selain karena takut meja itu lebih dulu ditempati orang lain, Adam juga sengaja menyuruh Giandra pergi duluan karena cowok-cowok di sekitar mereka secara terang-terangan memandangi pakaian gadis itu yang minim.
"Buat lo aja."
"Maksudnya?" Giandra kebingungan karena dikasih backpack oleh Adam.
"Rok lo kayaknya kependekan. Jadi pake ini aja. Isinya udah gue keluarin semua jadi nggak akan berat dipangku." Adam menjelaskan. "Please, don't get me wrong. Gue nggak merasa terganggu. Temen gue juga ada yang suka pake baju begitu. Nggak apa-apa, cuma... lo tau, ada beberapa cowok yang matanya pengen gue colok."

KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Художественная прозаSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...