Act 38

13.2K 1.2K 70
                                    

Apartemen Sabrina hanya diisi oleh Adam dan Ravel yang sama clueless-nya ketika Naka tiba di sana. Rahangnya mengeras saat bertukar tatap dengan Ravel tapi mengesampingkan emosinya, Naka lebih memilih memeriksa setiap sudut ruangan untuk menemukan Sabrina.

"Bina nggak ada," ucap Adam.

"Kita semua nggak ada yang tau dia di mana," timpal Ravel. "Telepon gue nggak diangkat."

"Mau ngapain lo nelepon cewek gue?" Naka menoleh. Sorot matanya menajam. "Nggak cukup dari kemaren ikut campur?"

"Ikut campur yang lo maksud itu yang ma—" ucapan Ravel tidak sempat terselesaikan karena Naka keburu menerjangnya dengan sebuah tonjokan di wajah. "The fuck?!"

"Ges, tolong jangan bikin keributan plis banget ini."

"Gue udah dari lama banget nahan diri buat nggak nonjok lo." Naka mendesis dingin. Peringatan dari Adam sama sekali tidak dihiraukannya.

Ravel memegangi pipinya yang terasa sakit. "Lo nuduh gue yang bocorin soal Yaya ke Bina?"

"Siapa lagi?"

"Bukan gue anjing!"

"TERUS SIAPA?!" Naka menyentak. "Di antara kita bertiga, siapa yang paling mungkin bocorin ini ke dia?"

"Fine, gue yang salah." Ravel mengalah. Naka sudah hampir melayangkan tinju sekali lagi kalau saja suara Kasa yang meneriaki mereka tidak terdengar.

"Lo berdua udah sinting ya?!" Gadis itu menjatuhkan tasnya di tengah-tengah ruangan. "Ada untungnya kalian berantem kayak gini gue tanya?"

Naka buang muka. Dia melepas cengkramannya dari kerah baju Ravel dengan kasar.

Ravel menghela napas. "Gue emang cerita soal Yaya tapi gue berani sumpah, Yaya yang dia tau bukan Kasalira." Cowok itu mendesah. "Saat itu pun, gue terpaksa cerita karena ngerasa kasian sama dia. Lo berdua tega bikin dia kayak orang bego di antara kita."

"Lo nggak tau apa-apa, Vel." Naka menggeram.

"Cewek lo sempat sefrustrasi itu dan lo bilang gue nggak tau apa-apa?" tanyanya emosi. "Dia sempat mohon ke gue asal lo tau aja!"

"Gue tau. Gue sangat tau itu!" Naka membalas dengan suara yang tidak kalah tajam. "Lo pikir gue sejahat itu sama Bina? Sebelum gue pacaran sama dia, gue udah berusaha ngasih tau dia tapi—god damn it! Nggak ada gunanya gue jelasin ini ke lo. Orang kayak lo nggak akan paham."

"Ges, sori. Gue kayaknya tau Bina di mana. Baru dapet kabar." Adam menyela sambil menegakkan tubuhnya. "Dia di tempat Gia. Dari sore. Kalo mau ke sana bareng gu—anjir sabar-sabar woy!" Adam berteriak ketika dilihatnya Naka berlari seperti orang gila. Mau tidak mau, Adam mengejarnya.

Bisa gawat kalau apartemen Gia berubah jadi zona perang.

"I'll talk to her too." Ravel sudah berniat menyusul tapi Kasa menahannya.

"Bina lebih butuh dengar penjelasan dari Naka," ucapnya. "Nggak usah bikin masalahnya makin runyam. Kita bisa ngomong sama dia besok-besok."

Bahu Ravel terkulai lesu. "I am sorry," bisiknya. "Tapi yang bocorin emang bukan gue."

"Memang, gue percaya bukan lo yang bocorin. Tapi gue berharap lo nggak lupa, lo juga jadi salah satu orang yang bikin dia keliatan kayak orang bego," peringat Kasa. "Even worse, dengan nggak mengungkap identitas asli gue, lo justru bikin dia keliatan makin bego."

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang