"Pagi, Sayangnya Naka."
"Udah dateng aja sayangnya Naka."
"Rajin amat sayangnya Naka."
Sabrina hanya bisa menebalkan muka setiap kali ada yang meledeknya di kantor. Video itu betulan viral tanpa bisa dicegah. Semua orang sudah melihatnya.
Ini semua salah Naka! Tapi ketika dia mengeluh ke Naka, jawaban cowok itu cuma, "Nggak apa-apa. Malah bagus dong? Kata kamu waktu itu kamu pengen dunia tau kalo aku punya kamu, kamu punya aku. Nah sekarang udah dikabulin tuh sama Tuhan."
Sialan. Masa ucapan ngelaturnya pas mabuk ditanggapi serius?
"Panggilan kepada sayangnya Nakaaaaa." Julian memanggil lewat walkie talkie. Wajah Sabrina sudah masam saat mendengarnya tapi teman-teman yang duduk satu meja dengannya malah sibuk mengulum tawa.
"Dicariin tuh sayangnya Naka." Bang Keenan terkikik sembari menyerahkan walkie talkie itu padanya.
"Kenapa?" Sabrina membalas ketus.
"Ke atas dong sayangnya Naka. Mau minta tolong voice over nih. Sekarang ya kalo bisa," ucap cowok itu.
Sabrina menipiskan bibirnya. Pasti deh dia semakin diledek saat datang ke lantai lima. Anak produksi kan tidak ada bedanya dengan sekumpulan monyet di Ragunan. Sama-sama berisik dan pecicilan.
"Iya, oke."
"Sip! Makasih sayangnya Naka. Ditunggu segera."
Gadis itu meletakkan kembali walkie talkie ke tempatnya. "Bang, gue ke atas bentar ya. Mau voice over," pamitnya pada Bang Keenan yang dibalas acungan jempol sebagai persetujuan.
Mungkin terdengar lebay tapi Sabrina betulan menyipkan mental untuk bertemu mereka. Baru tiba di ruang produksi, belum apa-apa kedatangannya sudah disambut oleh suara keras Julian. "Nah, ini dia bintang utama kita hari ini!"
"Bintang utama my ass." Sabrina menggerutu pelan tanpa bisa didengar. Dia berniat masuk tapi Sagara sudah menghadangnya dengan wajah terluka. Cowok itu jauh lebih tinggi dari Naka. Mungkin sampai seratus delapan puluh senti? Sabrina tidak yakin tapi dihadang seperti itu oleh Sagara membuatnya tidak bisa melihat yang lain.
"Parah lo, Bin. Jadian sama Naka kayak nggak pernah memperhitungkan perasaan gue ke lo. Sakit hati gue."
"Ya, lo aja nggak pernah nembak." Sabrina membalas cuek. Jawaban itu mengundang tawa kencang dari Juna.
"Kelasssss!!!"
"Kang Parkir bilang apa?"
"MUNDURRRRRR." Cowok-cowok itu menyahut serempak.
"Kampret lo semua." Sagara bersungut-sungut. "Gini-gini gue nggak kalah cakep ya dari Naka."
"Kata siapa?" tanya Yasa.
"Nyokap gue sih."
Sabrina geleng-geleng. Bener, kan? Ruang produksi tidak ada bedanya dengan Ragunan. Dia menarik Sagara agar bergeser dari jalannya. "Mana yang mau di-voice over?" tanyanya to the point.
"Sama Melvin di recording room ya," sahut Juna. "Gue lagi edit videonya. Bentar lagi mau add voice."
"Oke."
"Thank you, Bina."
Recording room teknisnya adalah ruangan di dalam ruangan. Hanya dipisah oleh sebuah pintu yang letaknya di sudut ruang produksi. Di dalamnya kedap suara. Mau teriak pun orang di luar tidak akan bisa mendengar.
Sabrina mengetuk sebelum dia memutar kenop pintu. Melvin sudah menunggunya di sana dengan selembar script yang akan mereka rekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agency [END]
Ficción GeneralSabrina sama Naka itu musuh abadi, orang satu kantor juga tau seberapa parah mereka saling membenci. Tapi siapa yang menduga kalau di balik rasa benci itu, Sabrina justru jatuh hati pada Naka? Di hari terakhir Naka bekerja di Plan B, Sabrina tanpa p...