Act 39

15.8K 1.3K 60
                                    

"Tumben mejanya kosong. Bina nggak masuk?"

"Lagi balik ke Bandung, ada urusan katanya. Tapi dia masih kerja. Izin WFH doang."

"Kirain gara-gara bintitan. Sabtu kemaren kan dia bintitan. Gue sama anak-anak lantai atas nggak sengaja ketemu dia di tempat jual Durian."

Naka sudah mendengar obrolan serupa berapa kali hari ini—bahwa Sabrina izin tidak masuk kantor. Bang Keenan bilang Sabrina izin karena pulang ke Bandung sementara Julian berpendapat kalau gadis itu sengaja tidak masuk karena matanya bintitan. Tapi dari semua itu, alasan Sabrina meminta izin WFH adalah karena dia tidak ingin bertemu Naka.

Gadis itu masih di Jakarta. WFH dari apartemennya. Adam yang bilang begitu karena sampai hari ini, Naka tidak mendengar kabar apapun dari Sabrina. Gadis itu masih tidak mau membalas pesannya apalagi mengangkat panggilannya. Tapi mengetahui keadaannya baik-baik saja dari Adam, Naka agak sedikit lega walaupun rasa bersalahnya tentu masih sangat membekas.

Mendekati jam pulang kantor, Instagram Naka mendapat notifikasi dari unggahan terbaru Sabrina. Ada updatean story yang gadis itu bagikan di close friend. Dari fotonya sih, Sabrina lagi mengunjungi swalayan tidak jauh dari apartemennya.

Bagus, karena dengan begitu, Naka bisa menyusulnya dalam hitungan menit. Dia betulan sedang bertaruh dengan waktu sekarang dan begitu mendapati Sabrina masih di sana, Naka merasa bersyukur.

Dia belum terlambat.

"You want this?" Naka tidak tahan untuk mendekat. Meski kekagetan jelas nampak di wajah Sabrina karena kehadirannya yang terlalu tiba-tiba, dia tetap membantu gadis itu mengambil sekotak kiwi dari jajaran rak paling atas. "Kamu mau bikin apa? Salad buah? Kalo males bikin sendiri, aku tau tempat jual salad buah yang enak. Mau aku pesenin?"

"Kamu ngapain ke sini?"

Naka mengambil troli besar itu dari tangan Sabrina usai memasukkan kiwi ke dalamnya. Dia tau respon seperti ini yang akan diterimanya tapi masih memiliki kepercayaan diri untuk menatap gadis itu. "Mau ketemu kamu. Aku pengen tau kabar kamu dan—shame on me to admit, aku kangen kamu."

"Aku nggak pengen liat kamu."

"Aku bisa jalan di belakang kamu." Naka tersenyum sendu. Ada di hadapan gadis itu tanpa bisa menyentuhnya bikin hati Naka sakit. Tapi apalah rasa sakitnya, tidak akan pernah sebanding dengan rasa sakit yang dirasakan Sabrina. "Kamu nggak perlu liat aku seandainya kamu masih marah." Itu adalah penawaran terbaik yang bisa Naka beri.

Tapi diamnya Sabrina membuat Naka mengambil keputusannya sendiri. "Oke, aku jalan di belakang kamu ya? Tapi trolinya biar aku aja yang dorong supaya kamu nggak capek."

Dan Sabrina setuju. Bukan karena dia luluh, tapi karena merasa berdebat pun percuma. Naka akan tetap membuntutinya kemana-mana.

"Gimana keadaan kamu hari ini?"

"Buruk."

Naka berhenti melangkah sejenak, "I am sorry to hear that."

"Benar. Kamu memang sudah seharusnya merasa bersalah." Sabrina buang muka. Kalimat konfrontasinya bermaksud menusuk tapi Naka menganggapnya sebagai sesuatu yang positif. Setidaknya, Sabrina mau berbicara dan menanggapi ucapannya.

"Aku seneng kamu nggak cuma diem aja—astaga, Cimory lagi?" Naka hampir melepas tawa. Nada gelinya tanpa sadar mengundang Sabrina untuk menoleh bingung. Kekeh kecil itu pun perlahan berubah menjadi senyum lembut. "Kamu pernah coba Yoforia?" tanya Naka kemudian. Dia mengambil yogurt dengan topping cookies crumbs di atasnya untuk ditunjukkan pada Sabrina. "Yogurt yang ini enak. Rasanya lebih light, nggak seasem yogurt kebanyakan. Coba satu deh, kamu pasti suka."

Agency [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang